Opini

Selamat Jalan, Mbak Nuniek...

oleh: Ryana Mustamin

MELALUI fb Mbak Belinda Gunawan, saya membaca kabar duka itu. Mbak Nuniek Harun Musawa berpulang ke pangkuan-Nya pagi ini. 

Seketika ingatan saya terbang ke Unhas, Makassar, 33 tahun silam. Saat peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 1992 dipusatkan di Makassar, dan seluruh petinggi media berkumpul di Unhas. 



Oleh panitia saya diminta menjadi moderator seminar di Gedung Pertemuan Ilmiah Unhas. Salah satu pembicaranya, Mbak Nuniek - yang ketika itu dikenal sebagai Ratu Periklanan Indonesia, pendiri sekaligus pemimpin Majalah Mode dan Aneka. 

Saya tidak ingat persis apa yang dibicarakan Mbak Nuniek saat itu. Tentu gak jauh-jauh dari masa depan pers. Yang justru tidak bisa saya lupakan adalah ketika seminar usai, dan mbak Nuniek menghampiri saya. Ia memuji cara saya memandu seminar. 

Saya tentu saja bungah. Apalagi yang memuji pimpinan puncak media remaja. Ketika itu saya masih getol menulis cerpen, dan menjajal hampir semua majalah remaja. 

Kesempatan berbincang dengan Mbak Nuniek tentu tidak saya sia-siakan. Saya bilang, sebagai majalah baru, perkembangan Mode dan Aneka luar biasa. Mbak Nuniek terlihat suprais. 

Ia tak menyangka saya memperhatikan majalah besutannya itu. "Mbak Ana membaca Mode dan Aneka?" Saya menjawab, tentu saja. Karena cerpen saya dimuat di edisi 3 Aneka. Dan saya termasuk salah satu cerpenis yang disurati Aneka agar mengirimkan cerpen ketika majalah itu direncanakan terbit. 



Mbak Nuniek tidak menyembunyikan rasa senangnya. Ia mengenalkan saya ke beberapa petinggi media yang hadir di seminar itu. "Mbak Ana ini cerpenis lho!" Katanya. Tidak berhenti di situ. Mbak Nuniek mengeluarkan kartu nama, dan menyertakan pesan. "Kalau ke Jakarta, apalagi berminat kerja di media, kontak saya," katanya. 

Bertahun-tahun kemudian, saat pindah dan menetap di Jakarta, saya tidak pernah mengontak Mbak Nuniek. Selain sungkan dan tidak percaya diri, saya juga tidak ingin bekerja di media. 

Mbak Nuniek di mata saya terlalu ‘tinggi’. Meski saya merasakan, Mbak Nuniek sangat humble, mau berbincang dengan saya yang bukan siapa-siapa. 

Kami baru berjumpa kembali beberapa tahun lalu, melalui fb. Saya yang menyapa duluan. Dan ajaibnya, Mbak Nuniek masih ingat pertemuan kami di HPN Makassar. Mbak Nuniek sempat menawarkan untuk ngupi-ngupi cantik. Ia menyapa saya pun tidak lagi "Mbak Ana", tapi "Jeng Ana". 😊

Sayangnya kami belum sempat bertemu kembali. Saya pernah off dari fb, gara-gara akun lama saya diretas. Di akun baru ini, permintaan pertemanan saya ke Mbak Nuniek masih pending. 

Pagi ini, saya terhenyak mendengar kabar Mbak Nuniek berpulang. Ada penyesalan menyeruak, mengapa saya tidak sungguh-sungguh menyambut ajakannya untuk reuni. 

Perempuan cantik dan tangguh ini telah menutup lembaran ceritanya. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun. Selamat jalan, Mbak Nuniek. Semoga Allah menyediakan tempat yang indah di sisi-Nya. Al-fatihah.(*) 

Ryana Mustamin, lebih dikenal sebagai Ana Mustamin. Ana Mustamin adalah alumnus Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin dan bergabung di Penerbitan Kampus Identitas Unhas semasa kuliahnya.

Aktif menulis cerpen sejak SMP dan karyanya termuat di banyak majalah remaja nasional. Buku kumpulan cerpennya berjudul "Perempuan Perempuan" sudah diterbitkan Penerbit Trizahbooks. Praktisi komunikasi ini juga pernah aktif sebagai Human Resources Director di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera Jakarta.