UNHAS.TV - “Lebih dari 90 persen anak di Indonesia mengalami kerusakan gigi sejak usia dini,” demikian kalimat pembuka yang meluncur dari narasumber ketika mengawali episode Unhas Sehat kali ini.
Data itu terdengar sepele, tapi dampaknya sungguh luas, mulai dari gangguan nutrisi, penurunan konsentrasi belajar, hingga kepercayaan diri anak yang terganggu.
Di studio Unhas.TV siang itu, hadir seorang narasumber yang sudah malang-melintang dalam dunia kedokteran gigi anak, Prof. Dr. drg. Muhammad Harun Achmad, M.Kes., Sp.KGA(K).
Dari balik meja kaca Unhas.TV, Prof Harun kemudian memulai perbincangan panjang tentang sesuatu yang sering dianggap remeh yakni gigi susu anak.
Prof. Harun menjelaskan ada dua jenis kerusakan gigi pada anak, kerusakan awal (early childhood caries/ECC) dan rampan karies, kerusakan menyeluruh yang melanda hampir seluruh permukaan gigi.
“ECC ini sering kita sebut nursing bottle caries. Penyebabnya sederhana, anak tertidur sambil mengisap botol susu hingga pagi. Sisa susu mengendap, menempel di gigi, lalu mengikis lapisannya,” ungkapnya.
Dampaknya cepat terlihat, empat gigi seri bagian atas mulai keropos, berubah warna menjadi coklat kehitaman, dan pelan-pelan hancur.
Rampan karies bahkan lebih kompleks. Bukan hanya botol susu, tapi kombinasi faktor genetik, pola asuh orang tua, hingga kebiasaan makan anak. Permen, minuman berkarbonasi, junk food, hingga makanan olahan instan mempercepat laju kerusakan.
“Anak-anak kita sekarang hidup di era makanan manis instan. Mereka terbiasa, orang tuanya kadang tidak sadar, jadilah kerusakan gigi makin masif,” kata Prof. Harun yang meraih guru besar di usia 47 tahun ini.
Kenapa Gigi Susu Penting?
Banyak orang tua menganggap gigi susu tak perlu dijaga. “Toh nanti juga akan tanggal,” begitu alasan yang sering terdengar.
Namun Prof. Harun tegas menepis anggapan itu. “Gigi susu punya fungsi strategis. Ia pemandu alami tumbuhnya gigi permanen. Kalau gigi susu hilang lebih cepat, gigi permanen akan tumbuh tanpa ruang, jadinya sempit, bertumpuk, bahkan tonggos,” jelasnya.
Lebih jauh, gigi susu memengaruhi kemampuan bicara, estetika wajah, hingga kesehatan mulut secara keseluruhan. Kehilangan dini gigi susu juga bisa memicu infeksi, bau mulut, hingga rasa sakit berulang.
“Anak yang sering sakit gigi sulit tidur, sulit makan makanan bergizi, bahkan ada penelitian yang menghubungkan kualitas mengunyah dengan tingkat kecerdasan,” kata pria kelahiran Maros 23 Mei 1971 ini sambil mengangkat telunjuknya menekankan poin itu.
Fakta lainnya mengungkap jika kesehatan gigi memiliki keterkaitan dengan kecerdasan anak. Pernyataan itu tentu mengejutkan. Apa hubungannya gigi dengan kecerdasan?
Prof. Harun mencontohkan sebuah penelitian. Dua kelompok anak diberi narasi untuk diingat. Kelompok pertama diminta mengunyah, kelompok kedua tidak. Hasilnya? Anak yang mengunyah mampu mengingat lebih baik setelah satu jam dibandingkan dengan yang tidak.
“Fungsi mengunyah menstimulasi otak. Sensorimotor bekerja, memori aktif, kemampuan kognitif terasah. Jadi jangan anggap enteng. Gigi rusak bisa berdampak pada daya ingat anak,” katanya.
Angka Tinggi di Sulawesi Selatan
>> Baca Selanjutnya