 1.webp)
Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Prof Dr drg Muhammad Harun Achmad MKes SpKGA (K) (dok unhas.tv)
Jika secara nasional prevalensi kerusakan gigi anak berada di angka 55 persen, di Sulawesi Selatan angkanya melonjak hingga 69 persen.
“Itu tanggung jawab besar bagi kami. Hampir setiap tahun kami turun ke lapangan, melakukan survei, mengajar anak-anak cara menyikat gigi, membagikan edukasi ke orang tua. Kolaborasi dengan Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia dan Unhas menjadi kunci,” jelas Prof. Harun.
Menurutnya, masalah ini bersifat multifaktorial. Kesadaran orang tua rendah, anak terbiasa dengan makanan manis, dan kurangnya intervensi dini dari tenaga medis membuat situasi kian pelik.
“Pencegahan harus melibatkan tiga pihak: orang tua, anak, dan dokter gigi. Kalau salah satunya abai, sulit untuk berhasil,” tambah Prof Harun yang masuk dalam jajaran Top 2 Persen World Ranking Scientist diterbitkan oleh Stanford University di Amerika Serikat dan Elsevier BV di Anterdam Belanda beberapa waktu lalu.
Prinsip sederhana yang selalu diulang Prof. Harun adalah lebih baik mencegah daripada mengobati.
Tiga tujuan utama pencegahan kerusakan gigi anak menurutnya adalah: Mewujudkan senyum anak Indonesia. Mengurangi rasa sakit akibat gigi berlubang. Menghemat biaya kesehatan negara.
Langkah paling sederhana adalah mengajarkan anak menyikat gigi sebelum tidur malam. “Itu yang paling penting. Malam hari produksi saliva menurun, bakteri leluasa menurunkan pH mulut, gigi jadi keropos. Sikat gigi malam adalah benteng utama,” jelasnya.
Frekuensi juga penting, minimal dua kali sehari. Tapi Prof. Harun menekankan kualitas. Menyikat dengan lembut, perlahan, menggunakan sikat berbulu halus dan pasta gigi berfluor sesuai usia, sebesar biji beras untuk di bawah 3 tahun, sebesar kacang polong untuk anak di atas 6 tahun.
“Setiap kali habis makan makanan manis, biasakan anak kumur dengan air putih. Itu cara sederhana menetralkan asam,” katanya.
Tanda-Tanda Awal Kerusakan Gigi
Orang tua sebaiknya peka sejak dini. Gejala pertama biasanya bintik putih buram di permukaan gigi. Jika diabaikan, warnanya berubah kekuningan, kecokelatan, hingga akhirnya menghitam dan berlubang.
“Kalau masih putih, kita bisa lakukan sealant atau fluoride untuk memperkuat gigi. Tapi kalau sudah hitam, biasanya harus ditambal,” ujar Prof. Harun.
Di tengah kesibukan orang tua, kontrol gigi anak sering terabaikan. Padahal, kata Prof. Harun, kunjungan rutin ke dokter gigi anak sangat krusial.
“Dengan kontrol, kita bisa mendeteksi dini. Dokter bisa melakukan intervensi ringan, mencegah kerusakan lebih lanjut. Kalau sudah parah, tentu butuh perawatan lebih rumit dan mahal,” katanya.
Ia menyarankan anak diperiksa sejak gigi pertama tumbuh, lalu rutin minimal enam bulan sekali.
Program siniar siang itu terasa seperti kuliah umum singkat. Prof. Harun mengurai persoalan dengan detail, menyodorkan data, lalu memberi solusi yang mudah dipahami.
“Gigi anak bukan soal estetika semata. Ia menyangkut tumbuh kembang fisik, psikologi, hingga kecerdasan. Senyum anak adalah investasi masa depan bangsa,” pungkasnya.
Di penghujung acara, Prof Harun menatap kamera sambil menyapa pemirsa: “Pemirsa, dari hal sepele seperti botol susu di malam hari, bisa berujung pada masalah besar dalam tumbuh kembang anak.
"Mari kita jaga bersama kesehatan gigi buah hati, karena dari senyum mereka, masa depan bangsa dipertaruhkan.” Pesan yang tertinggal jelas: jangan remehkan sebatang sikat gigi.
(Andi Putri Najwa / Unhas.TV)