Prof Dr Eng Adi Maulana ST MPhil
MAKASSAR, UNHAS.TV - Beberapa waktu lalu, berita duka datang dari Puncak Pegunungan Jayawijaya di mana dua orang perempuan dari kelompok pendaki gunung yang baru saja mencapai salah satu titik tertinggi di pegunungan tersebut, yaitu Puncak Cartenz di Papua, ditemukan meninggal dunia.
Kedua perempuan tersebut diduga terkena hipotermia, yaitu kondisi ketika suhu tubuh mengalami penurunan secara drastis hingga di bawah 35 derajat Celcius. Suhu normal tubuh manusia sendiri berkisar sekitar 36–37 derajat Celcius.
Hipotermia umumnya terjadi saat tubuh terpapar suhu yang sangat rendah (dingin). Pada kondisi tersebut, tubuh tidak sanggup mengembalikan suhu normalnya karena suhu-suhu internal (suhu organ tubuh) sudah mengalami penurunan terlalu cepat.
Akibatnya organ-organ tubuh seperti jantung, sistem saraf serta organ penting lainnya tidak berfungsi secara normal dan dapat menyebabkan kematian.
Tim pendaki sebenarnya telah berhasil mencapai puncak, dan sedang dalam perjalanan turun Kembali ke base camp. Namun, perubahan cuaca yang ekstrim menghalangi perjalanan dan kemudian menyebabkan beberapa pendaki mengalami hipotermia.
Puncak Cartenz memang menyimpan banyak minsteri, salah satunya adalah sering nya perubahan cuaca yang tiba-tiba disertai angin kencang.
Pegunungan Jayawijaya, dimana puncak Cartenz in terletak, adalah sebuah jajaran pegunungan di bagian Tengah Pulau Papua. Pegunungan ini mempunyai beberapa puncak, salah satunya adalah puncak yang sangat terkenal, yaitu Puncak Cartenz.
Puncak ini adalah puncak tertinggi di wilayah Asia Tenggara, Australia dan juga Oseanica yang menjulang sampai dengan 4884 meter dari permukaan air laut. Selain itu, Puncak Cartenz juga dinobatkan sebagai salah satu dari tujuh puncak paling tinggi di dunia (seven summit) yang mewakili tujuh benua.
Puncak Cartenz pertama kali dilaporkan oleh seorang Pelaut dari Belanda yang bernama John Cartenz. Saat itu, Cartenz berlayar dari Kepulauan Ambon menuju ke Australia bagian utara dan pada saat melewati kepulauan Aru, dengan teropong yang digunakannya dia melihat puncak gunungdari kejauhan yang diselimuti oleh salju. Pada tahun 1623, ketika Cartenz melaporkan temuannya ini, publik di Eropa meragukannya karena mereka berfikir tidak mungkin ada salju di daerah tropis.
Namun pada tahun 1909, seorang pendaki dari Belanda yang Bernama Hendrik A Lorentz menjadi manusia yang pertama kali menginjakkan kaki di Puncak Cartenz, didampingi oleh tiga rekannya, yaitu Robert Philip Temple, Russell Kippax, dan Albertus Huizenga.
Barulah publik dunia kemudian mempercayai adanya salju abadi di wilayah katulistiwa. Butuh hampir 200 tahun bagi dunia untuk mengakui dan mempercayai bahwa ternyata ada salju di puncak Cartenz.
Salah satu daya tarik utama dari Gunung puncak Cartenz para pendaki gunung dari seluruh dunia adalah karena gunung ini satu-satunya gunung di daerah tropis yang memiliki gletser atau salju abadi.
Gunung ini juga merupakan bagian dari Taman Nasional Lorentz, yang telah diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Namun sangat disayangkan, karena salju abadi yang ada di Puncak Carstensz terus berkurang dari tahun ke tahun.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah beberapa tahun belakangan mengamati perubahan ini dan menyebut kondisi "salju abadi" kian mengkhawatirkan karena terus mengalami pencairan.
Hal ini tentu saja diakibatkan oleh dampak dari perubahan iklim. Rata-rata salju di puncak Cartenz berkurang setebal 7 meter setiap tahunnya dan diperkirakan jika tidak ada perubahan yang berarti, maka salju di atas puncak Cartenz akan habis sekitar tahun 2030-an.
Perubahan iklim adalah sebuah fenomena perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka waktu yang lama. Perubahan ini dapat terjadi secara alami, tetapi sejak abad ke-18, aktivitas manusia menjadi penyebab utama.
Perubahan iklim disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fossil yang berlebihan dalam kehidupan manusia seperti batubara, minyak dan gas bumi, pembakaran hutan, dan penggunaan Cloro Flouro Carbo (CFC) yang tidak terkontrol.
Hal ini menghasilkan emisi atau sisa gas buangan karbon yang seperti selimut menutupi seluruh permukaan bumi, menjebak panas dari sinar matahari di dalam bumi, dan menaikkan suhu bumi.
Dampak perubahan iklim juga semakin terasa bukan hanya pada berkurangnya salju di Puncak Cartenz. Naiknya suhu rata-rata global, hancurnya terumbu karang dan naiknya permukaan laut adalah beberapa tanda-tanda bagaimana pola iklim sudah mulai berubah. Beberapa bulan lalu, wilayah California di US mengalami kebakaran hutan paling lebat dalam 50 tahun belakangan ini.
Perubahan iklim akan mengancam kehidupan manusia dibumi ini karena dapat menyebabkan kelangkaan pangan, kekeringan berkepanjangan, bencana alam, munculnya penyakit dan pandemi sampai dengan hilangnya spesies tertentu di bumi.
Alquran sejak 14 abad lalu telah menganjurkan kepada manusia untuk selalu memperhatikan alam dan lingkungan. Walaupun tidak ada kata perubahan iklim secara eksplisit, namun Alquran mempunyai beberapa ayat-ayat yang menjelaskan konsep bagaimana manusia yang menjadi pemimpin atau khalifah diatas bumi ini dituntut untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan sebagai salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim.
Surah Al-Araf ayat 56 memberikan peringatan kepada manusia: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di Bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan".
Ayat ini melarang berbuat kerusakan di Bumi karena berbuat kerusakan merupakan salah bentuk pelampauan batas. Alam ini diciptakan Allah SWT dalam keadaan yang serasi, harmonis, dan memenuhi kebutuhan makhluk yang hidup di dalamnya. Allah SWT telah menjadikannya dalam keadaan baik, serta memerintahkan hamba-hambaNya untuk memperbaikinya.
Di dalam surah Al-Anbiya ayat 63 disebutkan: "Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan".
Ayat ini menganjurkan agar manusia sebagai khalifah hendaknya selalu bertanggungjawab dalam mengelola dan menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara tidak berlebihan mengeksploitasinya dan selalu memperhatikan dampak lingkungan.
Selain itu, Alquran dalam surah Al’Araf ayat 31 menyatakan: "Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan".
Alquran juga memberikan peringatan keras kepada golongan manusia yang berlebihan atau boros termasuk dalam mengelola sumberdaya alam. Surah Al-Isra ayat 27 menyatakan: "Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya".
Al-baqarah ayat 205 menyatakan: "Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan. Ayat ini adalah merupakan peringatan yang jelas kepada manusia agar jangan membuat kerusakan di muka bumi ini yang berakibat rusaknya keseimbangan alam dan lingkungan".
Berdasarkan beberapa ayat di atas, telah jelas bahwasanya Alquran telah memberikan gambaran kepada kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dan bijak dalam mengelola sumberdaya alam yang ada.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi diminta agar senantiasa memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya tetapi diperingati agar tidak boros dan berlebihan, karena ancamannya sangat jelas, salah satunya adalah rusaknya lingkungan, termasuk perubahan iklim.
Sudah saatnya kampanye peduli terhadap lingkungan semakin diintensifkan mengingat bumi yang kita diami ini hanya satu. Metode kampanye yang efektif salah satunya adalah lewat metode pengenalan ayat-ayat alquran tentang lingkungan kepada anak-anak sejak dini maupun generasi muda dengan cara yang interaktif, seperti film, kartun, dan lain-lain.
Semoga ke depan semakin timbul kesadaran akan lingkungan bagi generasi pelanjut sehingga kondisi bumi yang kita diami ini bisa lebih baik. Paling tidak kita masih bisa menikmati salju abadi satu-satunya di katulistiwa untuk beberapa ratus tahun lagi.
Wallahualam Bisshawab.(*)