Unhas Story

Syafiq Fahrezi, Dari Latar Keluarga Kesehatan hingga Menembus Panggung Internasional

UNHAS.TV - Di balik senyum ramah dan nada bicara yang tenang, Muhammad Syafiq Fahrezi menyimpan cerita tentang tekad, kegigihan, dan mimpi besar. 

Mahasiswa S1 Fisioterapi Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin (Unhas) ini baru saja pulang dari National University of Singapore (NUS), membawa segudang pengalaman dan ide inovatif. 

Ia juga tercatat sebagai Mahasiswa Berprestasi (Mapres) 2 di fakultasnya, pemenang pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2025, sekaligus Duta Cinta, Bangga, dan Paham (CBP) Rupiah.

Perjalanan Syafiq dimulai jauh sebelum ia mengenal dunia kampus. Lahir dan besar di keluarga besar yang mayoritas anggotanya bekerja di sektor kesehatan, ia akrab dengan suasana rumah sakit sejak kecil. 

Ibunya seorang bidan, ayahnya staf rumah sakit, dan kakek-neneknya juga bekerja di bidang kesehatan. “Saya sering melihat langsung bagaimana tenaga medis bisa memberi dampak signifikan kepada pasien,” kenangnya.

Awalnya, Syafiq sempat bingung memilih jurusan, antara kedokteran, farmasi, atau kedokteran gigi. Namun, risetnya membawanya pada fisioterapi, bidang yang tidak hanya fokus pada kesehatan umum, tetapi juga memiliki spesialisasi di dunia olahraga.

“Saya suka olahraga, dan fisioterapi punya jalur sport yang bisa mengantarkan saya jadi fisioterapis tim nasional,” ujarnya.

Menariknya, Syafiq masuk Unhas lewat jalur mandiri setelah gagal di SNBP dan SNBT. Ia memanfaatkan jalur prestasi olahraga, seni, kebudayaan, dan keilmuan. “Kegagalan itu justru mengajarkan banyak hal,” katanya.

Ekspektasi, Realita, dan Filosofi Hidup

Menjadi mahasiswa fisioterapi, menurut Syafiq, jauh dari kata mudah. Praktik langsung ke pasien, terjun ke masyarakat, hingga mengikuti kegiatan sosial adalah rutinitas.

Ia memegang nasihat orang tua: “Menjadi hebat saja tidak cukup. Jadilah hebat yang bermanfaat bagi orang lain.” Prinsip inilah yang ia bawa dalam setiap aktivitasnya.

Perjalanan prestasi Syafiq terjadi saat semester empat. Ia memberanikan diri mengikuti ajang Mahasiswa Berprestasi. Ia sempat merasa minder melihat jejak peserta sebelumnya, namun tetap mencoba.

Tantangan terbesarnya adalah manajemen waktu. “Akademik, organisasi, dan lomba harus dijalankan bersamaan. Sulit, tapi dukungan orang-orang terdekat membuat saya bertahan,” jelasnya.

Usahanya berbuah manis, ia lolos hingga tingkat universitas sebagai nominator mewakili Fakultas Keperawatan.

Kiprah Syafiq berikutnya adalah aktif di bidang pengabdian kepada masyarakat (PKM). Ia dan timnya juga berhasil lolos pendanaan PKM 2025 dengan proyek “Surat Kecil untuk Tuhan”.

Ide ini lahir dari keprihatinan terhadap stigma negatif yang dialami anak-anak di Kampung Kusta Makassar. Banyak dari mereka terisolasi, bahkan pindah sekolah karena ejekan atau perundungan.

Melalui pendekatan social and emotional learning dan entrepreneurial self-efficacy, timnya berupaya membangun kembali kepercayaan diri anak-anak tersebut.

Mereka mengajak anak-anak menuliskan stigma yang dirasakan, lalu merobeknya sebagai simbol pelepasan beban. “Perubahan kecil yang kami syukuri adalah mereka mulai berani berinteraksi dengan orang baru,” kata Syafiq.

Selain itu, Syafiq menjadi Duta Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah 2025. Tugasnya adalah menjadi penghubung antara Bank Indonesia dan masyarakat dalam edukasi penggunaan uang rupiah.

Prinsip 5J—jangan dilipat, jangan dirobek, jangan diremas, jangan dibasahi, dan jangan dicoret—menjadi pesan utamanya.

Ia juga menekankan pentingnya bangga karena rupiah adalah simbol kedaulatan, serta paham cara mengelolanya untuk mencegah inflasi.

Misi Internasional di NUS

>> Baca Selanjutnya