UNHAS.TV - Perfeksionisme sering kali dianggap sebagai sifat positif yang mendorong seseorang mencapai standar tinggi dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
Namun, ketika melewati batas, sifat ini justru bisa menjadi bumerang bagi kesehatan mental dan fisik. Tanpa kendali yang tepat, perfeksionisme dapat memicu stres, kecemasan, bahkan depresi.
Dosen Psikologi Universitas Hasanuddin, Dwiana Fajriati Dewi, S.Psi., M.Sc., menegaskan bahwa perfeksionisme yang tidak dikelola dengan baik bisa berujung pada dampak negatif.
"Orang yang terlalu perfeksionis cenderung menetapkan standar yang sangat tinggi, bahkan tidak realistis, sehingga mereka lebih rentan mengalami kekecewaan dan tekanan mental," ujarnya.
Menurut Dwiana, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi perfeksionisme berlebihan agar tidak merusak kondisi psikologis seseorang.
Salah satunya adalah dengan belajar menerima ketidaksempurnaan sebagai bagian dari proses kehidupan. "Tidak ada yang benar-benar sempurna, dan terkadang, kegagalan adalah bagian dari pembelajaran yang berharga," tambahnya.
Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan kecenderungan perfeksionis lebih rentan mengalami gangguan kecemasan dan depresi. Hal ini disebabkan oleh tekanan yang mereka berikan kepada diri sendiri untuk selalu mencapai hasil yang sempurna.Ketika ekspektasi tersebut tidak terpenuhi, mereka bisa merasa gagal dan kehilangan rasa percaya diri.
Psikolog klinis, Dr. Reni Kusuma, menjelaskan bahwa perfeksionisme juga bisa mengarah pada procrastination atau kebiasaan menunda pekerjaan.
"Ironisnya, orang yang terlalu perfeksionis justru sering kali menunda tugas karena takut hasil akhirnya tidak akan sesuai dengan ekspektasi mereka," katanya.
Perfeksionisme bisa berasal dari berbagai faktor, termasuk pola asuh, pengalaman masa lalu, dan tekanan sosial. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang menuntut pencapaian tinggi cenderung mengembangkan standar yang tidak realistis terhadap diri sendiri. Selain itu, media sosial juga berperan dalam membentuk budaya perfeksionisme dengan menampilkan citra kesuksesan yang tampak tanpa cela.
"Di era digital ini, banyak orang merasa perlu membandingkan diri mereka dengan standar yang tidak nyata, baik dalam hal penampilan, prestasi, maupun gaya hidup," ujar Dwiana.
Cara Mengatasi Perfeksionisme Berlebihan
>> Baca Selanjutnya