UNHAS.TV - Di awal tahun 2025, nama Rizki Ardiansyah semakin sering terdengar di lingkungan Universitas Hasanuddin (Unhas). Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) angkatan 2023 itu bukan sekadar mahasiswa aktif kelas.
Ia telah menorehkan lebih dari 35 prestasi, menjadi pembicara di puluhan forum, dan bahkan terpilih sebagai delegasi Indonesia di ajang pertukaran pemuda tingkat ASEAN–China di Kamboja.
Namun, di balik sorotan panggung akademik dan internasional, jejak Rizki adalah cerita tentang tekad, negosiasi dengan orang tua, serta konsistensi yang jarang dimiliki mahasiswa seusianya.
Ketertarikan Rizki pada dunia diplomasi tidak datang tiba-tiba. Saat masih duduk di bangku SMA di Palu, Sulawesi Tengah, ia pernah menjadi delegasi Parlemen Remaja DPR RI. Dari forum inilah ia bersentuhan dengan Badan Kerja Sama Antar-Parlemen.
“Di situ saya melihat bagaimana parlemen Indonesia bisa berinteraksi dengan parlemen negara lain. Itu menarik sekali,” katanya.
Pengalaman itu menjadi batu loncatan. Rizki memilih melanjutkan pendidikan di jurusan Hubungan Internasional (HI). Keputusan ini sempat menimbulkan perdebatan di rumah. Orang tuanya menginginkan ia kuliah di Universitas Tadulako, Palu, agar tetap dekat dengan keluarga.
“Awalnya orang tua tidak setuju. Tapi saya coba jelaskan manfaatnya, apa yang saya harapkan dari HI, dan akhirnya mereka percaya,” ujarnya.
Keberhasilannya masuk Unhas juga bukan jalur biasa. Ia diterima melalui jalur Ketua OSIS, sebuah skema khusus bagi siswa yang pernah memimpin organisasi di sekolah.
Seleksinya ketat, ada tes tulis, wawancara, hingga video. “Itu membuktikan bahwa kepemimpinan sejak SMA bisa menjadi tiket untuk kesempatan yang lebih besar,” katanya.
Ekspektasi dan Realita Kuliah HI
Seperti kebanyakan mahasiswa HI, Rizki awalnya berkhayal menjadi diplomat. Namun, setelah dua tahun kuliah, pandangannya melebar.
“Ternyata HI tidak hanya soal diplomasi atau Kementerian Luar Negeri. Ada banyak bidang: kesehatan internasional, kebijakan pandemi, lingkungan, bahkan digitalisasi,” ujarnya.
Pandangannya terbukti benar ketika ia berhasil menembus forum internasional. Yakni menjadi delegasi Indonesia di ASEAN–China Youth Exchange, Kamboja.
Ya, April 2025 menjadi tonggak penting. Rizki untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di luar negeri sebagai delegasi Indonesia pada ASEAN–China Youth Exchange Program di Siem Reap, Kamboja. Forum itu diikuti 12 negara ASEAN plus Timor Leste dan China.
Cerita keberangkatannya unik. Rizki lebih dulu membuat paspor pada Desember 2024, tanpa tahu akan digunakan untuk apa. “Saya percaya pada manifestasi. Bikin dulu paspor, entah kapan dipakai. Ternyata April sudah dapat kesempatan,” katanya sambil tertawa.
Selama lima hari di Kamboja, ia bersama 10 pemuda Indonesia mengikuti konferensi tentang peran generasi muda dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Mereka berdiskusi dengan delegasi dari berbagai negara.
“Yang paling saya syukuri adalah bisa praktik bahasa Inggris 24 jam. Itu pengalaman sangat penting untuk saya, seorang mahasiswa HI,” ujarnya.
Bagi Rizki, forum itu bukan sekadar konferensi formal. Malam hari, para delegasi berjalan-jalan menikmati kuliner Kamboja, saling bertukar cerita, hingga berbelanja cenderamata. “Jadi tidak melulu kaku, tapi membangun jejaring,” katanya.
Yang mengejutkan, program ini sepenuhnya dibiayai penyelenggara. Tiket pesawat Singapore Airlines, akomodasi hotel, hingga uang saku dolar Amerika mereka terima. “Kami tidak mengeluarkan sepeser pun,” ujarnya bangga.
Dari Kamboja ke Panggung Akademik Makassar
>> Baca Selanjutnya