
Massikkiri Syaraful Anam menyertai prosesi pernikahan di Kab.Maros. Credit: Dokumen Pribadi.
Ekspresi Musikal dalam Masikkiri Syaraful Anam: Perspektif Antropologi Musik dan Spiritualitas Islam
Tradisi Masikkiri Syaraful Anam dalam budaya Bugis-Makassar memiliki kekhasan tersendiri dalam bentuk musikalitasnya. Tidak seperti musik dalam pengertian umum yang memiliki struktur lagu yang sistematis—seperti tangga nada, irama, dan harmoni—lantunan dalam tradisi ini seringkali terdengar bebas, mendayu, dan tanpa pola lagu yang baku. Fenomena ini menarik untuk dianalisis melalui pendekatan antropologi musik dan spiritualitas Islam.
a. Antropologi Musik: Tradisi Lisan dan Ragam Lokal
Antropologi musik memandang musik sebagai bagian integral dari budaya yang tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan fungsi simboliknya. Dalam hal ini, lagu dalam Masikkiri merupakan bagian dari tradisi lisan (oral tradition) yang diwariskan dari generasi ke generasi tanpa notasi atau dokumentasi formal. Nada-nadanya berkembang secara organik dalam ruang-ruang sosial keagamaan seperti surau, masjid, atau rumah adat, mengikuti langgam lokal dan kebiasaan pengucapan masyarakat Bugis-Makassar.
Karena itu, tidak ada satu kaidah lagu yang mengikat. Setiap komunitas dapat memiliki versi yang sedikit berbeda, baik dalam tempo, intonasi, maupun penekanan emosional. Lagu tidak dimaksudkan untuk pertunjukan estetika, melainkan untuk mengiringi penghayatan makna, bukan hanya pengucapan teks.
b. Spiritualitas Islam: Penekanan pada Dzikir dan Penghayatan
Dalam spiritualitas Islam, khususnya dalam tradisi tasawuf, aspek dzikir dan pujian kepada Nabi SAW lebih menekankan pada ikhlas dan hudur al-qalb (kehadiran hati) dibanding struktur musikal yang kompleks. Lantunan dalam Masikkiri Syaraful Anam mengikuti irama batin pembaca—sebuah bentuk kebebasan spiritual yang tidak dibatasi oleh aturan musik.
Pembacaan yang cenderung monoton dan mendayu mengajak pendengar untuk merenung dan larut dalam kekhusyukan. Dalam konteks ini, “ketiadaan kaidah lagu” bukan merupakan kekurangan, melainkan strategi kultural untuk menjaga agar bacaan tetap berada dalam koridor religius dan tidak berubah menjadi hiburan duniawi.
c. Sinergi Budaya dan Agama
Tradisi ini menunjukkan adanya sinergi antara budaya lokal dan nilai-nilai Islam. Ekspresi musikal dalam Masikkiri menjadi simbol pertemuan antara identitas lokal Bugis-Makassar dengan semangat cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Kehadirannya dalam ritual pernikahan memperkuat suasana sakral dan memperdalam makna peristiwa, bukan sebagai hiburan, melainkan sebagai ritual spiritual yang sakral.
Referensi Pustaka:
- al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya’ ‘Ulumuddin. Beirut: n.p., n.d.
- al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad. al-Tadzkiroh fi Ahwal al-Mawta. Kairo: Dar al-Fikr, n.d.
- Al-Qusyairi, Abdul Karim. Al-Risalah al-Qusyairiyyah fi Ilm al-Tasawwuf. 2002.
- Amri, A. “Tradisi Maulid dalam Budaya Lokal: Studi Maulid Syaraful Anam.” Jurnal 18, no. 1 (2020): 55–70.
- Blacking, John. How Musical is Man? Seattle: University of Washington Press, 1973.
- Chittick, William C. The Sufi Path of Love: The Spiritual Teachings of Rumi. Albany: State University of New York Press, 1983.
- Geertz, Clifford. The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books, 1973.
- Ibn ‘Ata’illah al-Sakandari. Al-Hikam al-‘Ata’iyyah. Kairo: n.p., n.d.
- Kartomi, Margaret J. Musical Traditions of Indonesia. Jakarta: Indonesian National Commission for Unesco, 1990.
- Nasr, Seyyed Hossein. Islamic Art and Spirituality. Albany: State University of New York Press, 1987.
- ———. The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam’s Mystical Tradition. New York: HarperOne, 2007.
- Nicholson, Reynold A. The Mystics of Islam. London: Routledge & Kegan Paul, 1914.
- Rumi, Jalaluddin. Mathnawi al-Ma‘nawi. Translated by Reynold A. Nicholson. 6 vols. London: E. J. W. Gibb Memorial, 1926–1934.
- Schimmel, Annemarie. Mystical Dimensions of Islam. Chapel Hill: University of North Carolina Press, 1975.
- Syeikh Yusuf al-Makassari. Al-Nafhah al-Sayyalah. Jakarta: INIS, 1995.
- Zarruq, Ahmad. Qawa‘id al-Tasawwuf. Beirut: Dar al-Fikr, 1998.
*Penulis adalah Aparat Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama (Kemenag) Maros