UNHAS.TV - Di tengah padatnya tugas kuliah dan kegiatan organisasi, tren membaca di kalangan mahasiswa mengalami pergeseran signifikan.
Jika dulu buku fiksi menjadi pilihan utama, kini artikel ilmiah dan literatur akademik lebih mendominasi sebagai pilihan bacaan mereka.
Kondisi ini tampak dari pola membaca sejumlah mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas). Waktu yang terbatas membuat mereka harus selektif dalam menentukan bacaan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan studi dan tugas perkuliahan.
“Saat ini, karena keterbatasan waktu, saya lebih sering membaca artikel ilmiah daripada buku-buku fiksi. Apalagi kalau sedang banyak tugas atau persiapan lomba,” ujar Rara, mahasiswa Keperawatan, saat ditemui di kampus.
Hal serupa juga diungkapkan oleh dua mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Andi Humayrah dan Arifah. Mereka mengaku sudah lama tidak membaca buku di luar materi kuliah. Menurut mereka, fokus utama saat ini adalah memenuhi tuntutan akademik yang padat.
“Kalau saya, akhir-akhir ini memang tidak sempat membaca buku lain. Fokusnya masih ke bahan-bahan kuliah,” tutur Humayrah.
Namun, tidak semua mahasiswa tenggelam dalam rutinitas akademik semata. Sebagian tetap menyisihkan waktu untuk membaca buku nonakademik, baik untuk hiburan maupun pengembangan diri.
Salah satunya adalah Nurul Dwi Peratiwi, mahasiswa Kesehatan Masyarakat, yang kini tengah menikmati kembali buku Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.
“Ini memang buku lama, tapi ceritanya sangat inspiratif. Tentang perjuangan, mimpi, dan menemukan jati diri. Sangat cocok untuk mahasiswa,” ujar Nurul, sambil menunjukkan sampul bukunya.
Berbeda lagi dengan Sakinah Zalfa, mahasiswa Ilmu Komunikasi, yang menjadikan membaca sebagai bagian dari proses mengenal diri.
Saat ini, ia tengah membaca A Gentle Reminder, buku reflektif yang menurutnya sangat relevan dengan kehidupan mahasiswa.
“Menurut saya, membaca itu penting banget. Selain menambah wawasan, juga bisa jadi healing. Saya lebih suka fiksi karena bisa membawa kita mengenal diri sendiri dan juga lebih hati-hati dalam menerima informasi,” jelas Sakinah.
Sakinah juga menyoroti bagaimana gelombang digital dan berbagai distraksi dari gawai membuat kebiasaan membaca lebih menantang.
Meski demikian, ia optimis bahwa semangat membaca masih hidup di kalangan mahasiswa, hanya saja bentuk dan arahnya yang berubah.
“Sekarang mungkin lebih banyak membaca dari platform digital, atau hanya fokus pada bacaan yang relevan. Tapi tetap, membaca adalah ruang untuk bertumbuh dan berpikir,” tambahnya.
Fenomena ini mencerminkan bagaimana mahasiswa masa kini beradaptasi dengan tuntutan zaman. Di tengah dinamika akademik, organisasi, dan kehidupan pribadi, membaca tidak lagi sekadar hobi, tetapi menjadi aktivitas yang bersifat fungsional maupun reflektif.
Tren ini juga menunjukkan bahwa minat membaca belum mati. Ia hanya menyesuaikan diri dengan realitas baru—dari yang semula berbasis kesenangan, kini bergeser ke kebutuhan, pencarian makna, dan pertumbuhan diri.
(Rizka Fraja / Unhas.TV)