Breaking News

Trump Kirim Surat ke Pemimpin Tertinggi (Rahbar) Iran: Diplomasi atau Ancaman?

Iran vs As

MAKASSAR, UNHAS.TV.- Ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran kembali memanas setelah Presiden AS, Donald Trump, mengungkapkan bahwa dirinya telah mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Surat tersebut, menurut Trump, berisi ajakan untuk bernegosiasi mengenai program nuklir Iran. Dalam wawancara dengan jaringan televisi "Fox Business" pada Jumat (8/3), Trump menyatakan harapannya agar para pejabat Iran bersedia untuk berdialog.

Namun, Trump juga mengisyaratkan bahwa jika Iran menolak berunding, maka AS akan mengambil tindakan tegas. "Opsi lainnya adalah melakukan sesuatu, karena Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir," tegasnya. Pernyataan ini memperlihatkan sikap campuran antara diplomasi dan ancaman dari pemimpin AS tersebut.

Sebelumnya, pada 5 Februari, Trump telah mengumumkan kembalinya kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran, sebuah strategi yang mencakup sanksi ekonomi ketat untuk melemahkan perekonomian Iran. Meski demikian, Trump tetap menyatakan keinginannya untuk bertemu dengan Presiden Iran guna membujuk Teheran agar menghentikan ambisinya mengembangkan senjata nuklir.

Dalam wawancara terpisah dengan "Fox News" pada 11 Februari, Trump mengungkapkan bahwa dirinya lebih memilih solusi diplomatik daripada intervensi militer. "Saya lebih suka mencapai kesepakatan nuklir dengan Teheran daripada melancarkan serangan militer," katanya.

Namun, upaya Trump ini menemui jalan buntu. Ayatollah Ali Khamenei dengan tegas menolak kemungkinan perundingan dengan pemerintahan Trump. Tak lama setelahnya, Presiden Iran juga mengikuti langkah serupa, berbalik dari sikap moderat yang pernah diusungnya saat kampanye pemilu, dan menyatakan bahwa negosiasi dengan Washington bukanlah opsi yang layak.

Di tengah kebuntuan diplomasi ini, pernyataan mengejutkan datang dari politisi Iran, Masoud Pezeshkian. Dalam sidang parlemen pekan lalu yang membahas pemakzulan mantan Menteri Ekonomi, Abdolnaser Hemmati, Pezeshkian mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya mendukung dialog dengan Amerika Serikat. Namun, setelah adanya larangan dari Ayatollah Khamenei, ia terpaksa mengesampingkan gagasan tersebut.

Sementara itu, laporan dari Bloomberg pada 4 Maret menyebutkan bahwa Rusia tengah berupaya menjadi mediator dalam sengketa nuklir ini. Pemerintah Moskow disebut-sebut telah menyetujui permintaan Trump untuk membantu menjalin komunikasi dengan Teheran, terutama terkait program nuklir dan keterlibatan Iran dalam mendukung kelompok-kelompok proxy di Timur Tengah.

Kremlin pun mengonfirmasi kabar tersebut. Juru bicara Kremlin menyatakan bahwa putaran negosiasi berikutnya antara Rusia dan Amerika Serikat akan mencakup pembahasan tentang program nuklir Iran. Dari sudut pandang Rusia, penyelesaian seluruh permasalahan ini melalui jalur politik dan diplomasi dianggap sebagai solusi terbaik.

Dengan dinamika geopolitik yang terus berkembang, dunia kini menanti langkah selanjutnya dari masing-masing pihak. Akankah diplomasi mengalahkan ketegangan, ataukah dunia akan menyaksikan eskalasi lebih lanjut dalam konflik antara Amerika Serikat dan Iran?