MAKASSAR, UNHAS.TV - Pada tahun 2050, hampir separuh populasi dunia diperkirakan akan menderita miopia, atau rabun jauh —suatu kondisi yang menurut beberapa penelitian dapat meningkatkan risiko jangka panjang glaukoma dan katarak.
Terlepas dari tren yang terus meningkat ini, kesehatan mata tetap menjadi prioritas kesehatan global yang seringkali terabaikan. Konsekuensinya tidak hanya bersifat pribadi tetapi juga ekonomi: masalah penglihatan yang tidak dikoreksi diperkirakan merugikan dunia sebesar $173 miliar per tahun.
Dikutip dari CNN, pada tahun 2020, sebanyak 1,1 miliar orang hidup dengan gangguan penglihatan yang tidak tertangani, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 1,8 miliar pada pertengahan abad ini.
Perilaku sehari-hari semakin memperburuk tantangan ini, antara lain ketergantungan yang berlebihan pada perangkat digital telah terbukti menyebabkan ketegangan mata, mata kering, penglihatan kabur, dan sakit kepala. Di Amerika Serikat, 65% orang dewasa melaporkan gejala ketegangan mata digital.
Fakta yang mengkhawatirkan, mereka yang akan mengalami gangguan penglihatan tersebut lebih banyak dari kalangan muda. Selama tiga dekade terakhir, prevalensi miopia telah meningkat lebih dari tiga kali lipat, dan saat ini sekitar satu dari tiga anak dan remaja di seluruh dunia mengalami rabun jauh.
Bagi anak-anak, masalah penglihatan yang tidak terdeteksi dapat memengaruhi hasil pendidikan dan sosial, membatasi kemampuan mereka untuk belajar dan beraktivitas.
Di kalangan lansia, kesehatan mata membawa risiko yang berbeda namun sama pentingnya. Degenerasi makula terkait usia telah memengaruhi lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia, dengan jumlah yang diproyeksikan mencapai 300 juta pada tahun 2040.
Penelitian juga semakin mengaitkan gangguan penglihatan dengan penurunan kognitif, menunjukkan bahwa pemeriksaan mata rutin dapat berperan dalam mengidentifikasi risiko demensia dan penyakit Alzheimer.(*)








