Internasional

Ambisi Baru Trump

Ambisi Trump

MAKASSAR, UNHAS.TV- Donald Trump, Presiden terpilih Amerika Serikat, punya ambisi baru. Ia ingin mengubah nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika. Trump mengatakan hal itu dalam konferensi pers di rumahnya di Florida di Mar-a-Lago (7/1).

Keputusan itu akan segera diumumkan secara resmi. Negosiasi serius sedang berlangsung dengan pejabat Panama untuk mengembalikan kendali Amerika.

Menurut laporan harian The Washington Times (7/1), anggota parlemen AS, yang mendukung  ide baru Trump terkait teritorial, bahwa mereka sedang menyusun undang-undang untuk secara resmi mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika.

Salah seorang anggota parlemen AS mengatakan bahwa selama ini kekuatan Amerika yang mengendalikan dan melindungi Teluk Meksiko.” Jadi kami punya hak untuk menamainya.Ini teluk kami. Nama sebenarnya adalah Teluk Amerika, dan seluruh dunia harus mengenalnya dengan nama itu,” ungkapnya.

The Washington Times melaporkan bahwa dalam beberapa minggu terakhir, Trump memberikan perhatian khusus pada wilayah beberapa negara lain. Dalam pernyataannya baru-baru ini, Trump menyebut bahwa ‘Greenland’ dan ‘Kanada’ seharusnya menjadi bagian dari wilayah Amerika Serikat, dan ia juga mengusulkan agar ‘Terusan Panama’ dikembalikan kepada Amerika.

Pada konferensi pers tersebut, setelah mengkritik kartel yang menggunakan Teluk Meksiko untuk perdagangan narkoba, Trump menyebut ide mengganti nama perairan tersebut. Ia mengatakan, "Kami ingin mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika. Teluk ini mencakup wilayah yang sangat luas. Teluk Amerika adalah nama yang indah dan cocok bagi teluk tersebut."

The Washington Times menambahkan bahwa rancangan undang-undang baru tersebut akan menginstruksikan pemerintah federal untuk mulai menggunakan nama “Teluk Amerika” dalam transaksi resmi, serta memperbarui peta dan dokumen yang relevan.

Sebagai catatan, harian tersebut menyebutkan bahwa nama Teluk Meksiko telah digunakan selama lebih dari empat abad untuk merujuk pada perairan di selatan Amerika Serikat dan timur Meksiko. Klaim Meksiko atas garis pantai wilayah tersebut sedikit lebih besar daripada Amerika Serikat.

Donald Trump pada hari Selasa mengatakan bahwa dia akan berusaha untuk mengganti nama Teluk Meksiko menjadi ‘Teluk Amerika’. Ini adalah usulan terbarunya untuk menggambar ulang peta Amerika. Trump sebelumnya menyebut Kanada sebagai ‘negara bagian ke-51’ Amerika Serikat. Ia juga meminta Denmark untuk menyerahkan Greenland, serta menunjukkan minat pada untuk mengklaim ‘Terusan Panama’.


Trump serius ingin klaim Greenland (Foto: Hindustan Times)
Trump serius ingin klaim Greenland (Foto: Hindustan Times)


Mengapa Trump Berbicara tentang Penggantian Nama Teluk Meksiko?

Sejak pertama kali menjabat di Gedung Putih pada tahun 2016, Donald Trump sering berselisih dengan Meksiko mengenai berbagai isu, termasuk keamanan perbatasan dan penerapan tarif pada barang-barang impor. Dia juga berjanji untuk membangun tembok di sepanjang perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko, dengan biaya yang menurutnya harus ditanggung oleh Meksiko. Pada akhirnya, selama periode pertama masa kepresidenannya, Amerika Serikat membangun atau memperbarui sekitar 700 kilometer tembok di sepanjang perbatasan kedua negara.

Teluk Meksiko, yang memiliki garis pantai di lima negara bagian Amerika bagian tenggara, sering disebut sebagai ‘Pantai Ketiga’ Amerika Serikat.

Orang Amerika dan Meksiko juga berselisih mengenai satu perairan penting lainnya di kawasan ini: sebuah sungai yang membentuk perbatasan antara Texas dan negara bagian Meksiko seperti Chihuahua, Coahuila, Nuevo León, dan Tamaulipas. Orang Amerika menyebutnya Rio Grande, sementara orang Meksiko menyebutnya Rio Bravo.

Apakah Ide Mengganti Nama Teluk Meksiko Pernah Diajukan Sebelumnya?

Ya, pada tahun 2012, seorang anggota legislatif Mississippi mengajukan rancangan undang-undang untuk mengganti nama bagian Teluk Meksiko yang menyentuh pantai negara bagian itu menjadi ‘Teluk Amerika’. RUU tersebut dirujuk ke komisi khusus tetapi akhirnya tidak disahkan. Penulis RUU itu kemudian menyebut tindakannya sebagai ‘lelucon’.

Apakah Trump Bisa Mengubah Nama Teluk Meksiko?

Mungkin saja, tetapi keputusan semacam ini tidak bisa diambil secara sepihak, karena negara-negara lain tidak harus menyetujuinya.

Nama Teluk Meksiko sudah ada di peta-peta yang berusia lebih dari empat abad. Organisasi Hidrografi Internasional (IHO), di mana Amerika Serikat dan Meksiko sama-sama menjadi anggotanya. IHO bertugas untuk memastikan semua laut, samudra, dan perairan dunia dipetakan secara konsisten. IHO juga mengawasi penggunaan nama-nama internasional yang seragam untuk perairan tersebut. Namun, di beberapa kasus, negara-negara menggunakan nama yang berbeda untuk fenomena geografis tertentu dalam dokumen nasional mereka, meskipun tidak sesuai dengan standar internasional.

 

Ketika nama suatu fitur geografis seperti pegunungan, sungai, atau danau berada dalam batas wilayah satu negara, perubahan nama biasanya lebih mudah dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun 2015, Presiden AS saat itu, Barack Obama, menyetujui perubahan nama Gunung McKinley, puncak tertinggi di Amerika Utara, menjadi Denali. Namun, Donald Trump pernah berjanji untuk membatalkan keputusan tersebut.

Selain itu, menurut dokumen yang diungkapkan oleh WikiLeaks, Hillary Clinton, mantan Menteri Luar Negeri AS, pada tahun 2013 pernah menyatakan keinginan untuk mengganti nama ‘Samudra Pasifik’ menjadi ‘Laut Amerika’.

Tak lama setelah pernyataan Donald Trump pada hari Selasa tentang Teluk Meksiko, Marjorie Taylor Greene, seorang anggota Kongres dari Georgia, menyatakan dalam sebuah wawancara podcast dengan Benny Johnson bahwa dia sedang mempersiapkan rancangan undang-undang untuk mengganti nama Teluk Meksiko.


Peta Teluk Persia. (Foto: Istimewa)
Peta Teluk Persia. (Foto: Istimewa)


Apakah Trump juga Bermasalah dengan Teluk Persia?

Meskipun ada video lama Donald Trump dari sekitar 37 tahun yang lalu (1987) di mana ia beberapa kali menyebut nama ‘Teluk Persia’ dalam sebuah acara televisi, pada periode pertamanya di Gedung Putih, Trump dalam pidatonya pada tahun 2017 mengkritik kebijakan regional Iran dan menuduh Teheran mengacaukan kawasan yang ia sebut sebagai ‘Teluk Arab’.

Pernyataan Trump ini menuai kritik luas, mulai dari Hassan Rouhani (Presiden Iran saat itu), Mohammad Javad Zarif (Menteri Luar Negeri saat itu), para ulama senior di Qom, hingga banyak pengguna media sosial berbahasa Persia, yang mengecam penggunaan istilah tersebut oleh presiden Amerika Serikat kala itu.

Namun, saat ini, Trump kembali menghuni Gedung Putih, dan menurut sejumlah analis, penguatan aliansi Amerika Serikat dengan negara-negara Arab di kawasan Teluk Persia menjadi lebih kuat dibanding masa kepresidenannya sebelumnya. Hal ini terutama terkait dengan keamanan energi dunia dan upayanya untuk menjaga stabilitas kawasan melalui inisiatif seperti perdamaian Arab-Israel.

Sementara itu, negara-negara Arab di sekitar Teluk Persia, yang dipimpin oleh Uni Emirat Arab, dalam empat tahun terakhir berhasil mendapatkan dukungan dari beberapa kekuatan global, termasuk Uni Eropa, China, dan Rusia. Dukungan ini terkait klaim Uni Emirat Arab atas tiga pulau yang terletak di Teluk Persia, serta desakan agar Iran mau duduk di meja perundingan dengan mereka.

Dalam situasi ini, beberapa pakar memperkirakan bahwa Trump, dalam masa jabatan barunya, mungkin akan kembali menggunakan istilah yang ia sebutkan 7 tahun lalu untuk Teluk Persia. Langkah ini dianggap bertujuan untuk menarik dukungan lebih besar dari negara-negara Arab di kawasan Teluk. Namun, beberapa analis lainnya berpendapat bahwa Trump, yang ingin membuka peluang negosiasi dengan Republik Islam Iran, akan lebih berhati-hati dalam menyatakan pendapatnya tentang Teluk Persia dibandingkan sebelumnya.

Perbedaan pendapat internasional terkait nama-nama geografis sebenarnya bukanlah hal yang jarang. Salah satu perselisihan terlama dan terluas adalah mengenai nama Laut Jepang, yang melibatkan Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, dan Rusia.

Perselisihan semacam ini mendorong negara-negara anggota Organisasi Hidrografi Internasional (IHO) untuk menyetujui sebuah rencana pada pertemuan tahun 2020. Rencana tersebut bertujuan mengganti nama geografis dengan pengenal angka serta mengembangkan standar digital baru untuk sistem informasi geografis modern. Penggunaan angka dan simbol matematis yang seragam ini diharapkan dapat mengakhiri perbedaan terkait nama geografis.(*)