Budaya

Ambo Sooloh: Pemimpin Bugis-Melayu Asal Belawa Wajo dan Warisannya di Singapura

Inisiatif ini selaras dengan nilai Bugis untuk memajukan komunitas, seperti yang terlihat dari peran historis mereka sebagai pedagang berpengaruh yang mendukung jaringan regional.

3. Pemimpin Komunitas dan Hakim Perdamaian

Ambo Sooloh adalah tokoh terhormat di komunitas Melayu-Muslim Singapura, sering diminta untuk menyelesaikan sengketa dalam komunitas Bugis, seperti ayahnya.

Pada tahun 1927, di usia 36 tahun, ia diangkat sebagai Hakim Perdamaian, bukti integritas dan pengaruhnya.

Pada tahun 1934, ia menggantikan Mohamed Eunos bin Abdullah sebagai ketua Kesatuan Melayu Singapura (KMS) dan mewakili komunitas Melayu di Dewan Legislatif. Selama masa jabatannya (1934–1937), KMS membantu pemukim Melayu yang tergusur dari Kallang untuk mendapatkan tanah dan pindah ke Kampong Melayu di Jalan Eunos, menunjukkan komitmennya pada kesejahteraan sosial.

Pada tahun yang sama, Ambo Sooloh menyampaikan surat kepada Gubernur Selat, Sir Shenton Thomas, atas nama komunitas Melayu, menegaskan kesetiaan mereka kepada pemerintah Inggris.

Kepemimpinannya ditandai dengan kolaborasi dengan otoritas kolonial, dengan hanya memberikan kritik ringan terhadap kebijakan yang memengaruhi Melayu, mencerminkan pendekatan pragmatis yang berakar pada tradisi Bugis dalam membentuk aliansi strategis.

4. Dermawan dan Pelindung Olahraga

Kedermawanan Ambo Sooloh mencakup olahraga dan kesejahteraan komunitas, mewujudkan etos Bugis tentang kemurahan hati.

Ia menjadi presiden Asosiasi Sepak Bola Melayu dan menyumbangkan Piala Sooloh untuk kompetisi sepak bola antara Melayu Penang dan Singapura, serta Perisai Haji Ambo Sooloh untuk Liga Sepak Bola Antar-Sekolah Singapura.

Pada tahun 1926, ia mensponsori Piala Sooloh untuk kompetisi menembak Klub Senapan Sukarela Melayu, dan namanya diabadikan dalam perisai sepak bola untuk kompetisi Polisi Singapura.

Kontribusi ini memupuk semangat dan kebanggaan komunitas, mencerminkan praktik Bugis dalam memperkuat ikatan sosial melalui kegiatan bersama.

Pengaruh Warisan Bugis

Warisan Bugis sangat memengaruhi peran dan dampak Ambo Sooloh. Bugis bukan hanya pedagang tetapi juga inovator budaya, mengakui lima jenis kelamin, termasuk bissu (tokoh spiritual androgini), dan mempertahankan budaya maritim yang menghargai ketahanan dan adaptabilitas.

Pengaruh historis mereka melampaui perdagangan, karena mereka memperoleh kekuatan politik di wilayah seperti Johor, di mana pemimpin Bugis mengambil gelar “raja muda” pada abad ke-18. Warisan kepemimpinan dan pengaruh ini terlihat dalam peran otoritatif Ambo Sooloh di komunitas Bugis dan Melayu Singapura.

Penekanan Bugis pada perdagangan maritim dan mobilitas memungkinkan keluarga Ambo Sooloh berkembang di Singapura, pusat perdagangan utama.

Keterampilan mereka dalam pembuatan kapal dan navigasi berdasarkan bintang, seperti yang dipraktikkan oleh pedagang Bugis yang berlayar ke Singapura pada abad ke-19, menjadi dasar kekayaan dan koneksi regional keluarga.

Selain itu, tradisi Bugis dalam menyelesaikan sengketa melalui pemimpin yang dihormati, seperti yang terlihat dalam peran Ambo Sooloh sebagai mediator, mencerminkan struktur sosial mereka yang menghargai kohesi komunitas.

>> Baca Selanjutnya