Ayah Ambo Solo, Omar Ali, memiliki perkebunan lada hitam dan gambir di Kalimantan dan Sumatra serta mengelola armada kapal yang berdagang di Nusantara.
Keluarga ini tinggal di kediaman megah tiga lantai di Java Road (sekarang Crawford Lane), yang dikenal sebagai Rumah Besar, dibangun oleh tukang kayu Bugis dari Sulawesi.
Rumah ini menjadi pusat bagi pedagang Bugis yang mengunjungi pelabuhan Singapura, menegaskan hubungan erat keluarga dengan tradisi maritim Bugis.
Masyarakat Bugis, yang berasal dari Sulawesi Selatan, terkenal sebagai pelaut dan pedagang terampil, sering dijuluki “Viking Asia Tenggara.”
Pada abad ke-18, mereka membangun jaringan perdagangan di seluruh Nusantara, termasuk Singapura, setelah konflik dengan Belanda di Makassar memaksa banyak di antara mereka mencari peluang baru.
Keahlian mereka dalam pembuatan kapal dan navigasi, menggunakan kapal seperti padewakang dan phinisi, menjadikan mereka pemain dominan dalam perdagangan regional. Di Singapura, pedagang Bugis tiba segera setelah Stamford Raffles mendirikan pos perdagangan Inggris pada tahun 1819, berkontribusi besar pada pertumbuhan pulau itu sebagai pusat regional.
Ambo Sooloh mewarisi warisan kehebatan maritim dan semangat kewirausahaan ini. Setelah ayahnya meninggal pada tahun 1921, ia mengambil alih kekaisaran dagang keluarga, mengelola properti dan memperluas perdagangan berlian.
Warisan Bugisnya menanamkan rasa kuat akan komunitas dan kepemimpinan, yang akan menentukan kontribusinya pada masyarakat Melayu-Muslim Singapura.
Peran dan Kontribusi di Singapura
Ambo Sooloh adalah pemimpin serba bisa yang perannya mencakup bisnis, filantropi, dan advokasi komunitas. Latar belakang Bugisnya, yang berakar pada budaya perdagangan dan kohesi sosial, membentuk pendekatannya dalam kepemimpinan.
1. Pengusaha dan Magnat Properti
Membangun kekayaan ayahnya, Ambo Sooloh memperluas kepentingan bisnis keluarga, mengelola properti luas di Singapura, termasuk di North Bridge Road, Sago Lane, Queen Street, Jalan Besar, dan Tan Quee Lan Street.
Investasinya di perkebunan lada dan gambir di Kalimantan dan Sumatra, serta perdagangan berlian, memperkuat statusnya sebagai pengusaha terkemuka. Keberhasilannya mencerminkan tradisi Bugis dalam beradaptasi dan berwirausaha, menavigasi jaringan perdagangan yang kompleks di Asia Tenggara.
2. Pendiri Utusan Melayu
Salah satu kontribusi Ambo Sooloh yang paling abadi adalah mendirikan Utusan Melayu, surat kabar berbahasa Melayu pertama yang sepenuhnya dimiliki oleh komunitas Melayu, pada tahun 1939.
Bermitra dengan Yusof Ishak, yang kemudian menjadi presiden pertama Singapura, Ambo Sooloh berperan penting dalam mengumpulkan dana melalui saham dari komunitas Melayu.
Pada masa ketika surat kabar Melayu biasanya dimiliki oleh Muslim Arab atau India, Utusan Melayu memberdayakan suara Melayu dan memupuk identitas budaya.
>> Baca Selanjutnya