Judul: Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis
Penulis: Muhlis Hadrawi
Penyunting: Anwar Jimpe Rahman dan Nuraidar Agus
Penerbit: Ininnawa, 2006
Tebal: 192 + v halaman, 15 x 21 cm
UNHAS.TV - Relasi dalam hubungan suami istri, menurut lontara Assikalaibineng, merupakan relasi dua pihak yang sepadan dan saling membutuhkan.
Tidak boleh ada sedikit pun pemaksaan satu sama lain dalam hubungan seksual.
Praktik melampiaskan hasrat di saat isti sedang tertidur lelap, malah dianggap sebagai bentuk penghinaan.
Ini digambarkan seolah-olah istri diperlakukan sebagai budak dan bukan mahluk yang patut dijaga dan disayangi.
Penekanan pada pemaksaan beberapa kali disebutkan dalam lontara Assikalaibineng, meski secara mutlak disebutkan pula bahwa suami merupakan "pengatur irama" dan "pemegang kendali" dari seluruh proses hubungan intim itu.
Karena itu, suami sebagai subyek dan istri sebagai obyek, sedapat munngkin mengarahkan hubungan itu pada kenikmatan bersama.
Kegagalan memberi kenikmatan bersama di tempat tidur bisa membuat suami digelari orowane bonggo atau lelaki yang dungu.
BACA JUGA
Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Orang Bugis
Assikalaibineng, Ucapkan Mantra, Hatimu Lenyap di Hatiku
Sebaliknya, laki-laki yang mampu membuat istrinya puas, disebut sebagai orowane mapata, suami yang cerdas.
"Demikianlah yang disebut laki-laki yang berpengalaman terhadap istrinya. Jika tidak demikian halnya, maka itulah yang dinamakan perilaku laki-laki yang dungu dan membosankan." (halaman 120-121).
Masalahnya, kemudian adalah, pada umumnya suami hanya bisa menjalani hubungan seksual rata-rata tidak lebij dalam lima menit.
Sedangkan pada rentang waktu itu, si istri malah belum bisa merasakan kepuasan. Atas kendala itulah, terletak fungsi pengetahuan yang terdapat dalam lontara Assikalaibineng.
>> Baca Selanjutnya