Laporan Eka Sastra dari Jerman
Bagi pemikir ilmu sosial humaniora, Mazhab Frankfurt atau Frankfurt School of Critical Theory bukanlah nama asing. Arus pemikiran ini, yang lahir seabad lalu di Frankfurt, dianggap sebagai salah satu yang paling berpengaruh dalam sejarah ilmu sosial modern. Relevansinya tetap terasa hingga kini, menembus batas ruang dan waktu.
Mazhab ini digawangi oleh para pemikir lintas disiplin: Theodor W. Adorno, Herbert Marcuse, Friedrich Pollock, Erich Fromm, Leo Löwenthal, Jürgen Habermas, hingga sederet nama besar lainnya.
BACA: Praha dan Vaclac Havel: Kota, Budaya, dan Demokrasi
Mereka menyatukan filsafat, sosiologi, ekonomi politik, psikologi, hingga kritik budaya, lalu melahirkan gerakan intelektual yang dikenal dengan Teori Kritis. Sejak berdiri di bawah naungan Institut für Sozialforschung (Institut Penelitian Sosial) Universitas Frankfurt pada 1923, tujuan utamanya jelas: mengkritik dan mentransformasi masyarakat.

Teori Kritis berusaha memahami bagaimana kapitalisme, budaya, dan ideologi menciptakan ketidakadilan sosial. Dari sinilah lahir konsep-konsep penting seperti kritik ideologi, reifikasi, hingga budaya massa, semuanya diarahkan pada emansipasi sosial dan perlawanan terhadap status quo.
Institut für Sozialforschung: Rumah Teori Kritis
Institut für Sozialforschung (IfS) didirikan pada 1923 berkat dukungan Felix Weil, dengan cita-cita sebagai rumah penelitian independen. Berbeda dengan pusat studi lain di Eropa yang umumnya konservatif, IfS sejak awal berani melakukan sintesis lintas disiplin.
Ketika Max Horkheimer menjadi direktur pada 1930, arah institut semakin jelas. Bersama Adorno, ia memperkenalkan gagasan “industri budaya”, yakni bagaimana kapitalisme merasuk melalui bahasa, ideologi, hingga kesadaran sehari-hari.
Marcuse kemudian menyoroti masyarakat industri maju sebagai one-dimensional man, sementara Erich Fromm menggabungkan psikoanalisis untuk menjelaskan otoritarianisme.
Dari ruang-ruang diskusi kecil di institut inilah, Teori Kritis tumbuh menjadi gerakan intelektual global.
Ruang Kecil yang Menginspirasi Dunia
Pada pagi yang dingin dengan rintik hujan di bulan September, saya berkesempatan mengunjungi kantor IfS dan kampus Goethe University di Frankfurt.
Walau secara kelembagaan IfS bukan bagian formal universitas, para pemimpinnya adalah profesor di Goethe. Hubungan keduanya erat, IfS bahkan dianggap sebagai otak kritis universitas.
Melangkah ke dalam gedung IfS terasa seperti menapaki ruang sejarah. Di sanalah Horkheimer, Adorno, Marcuse, dan Habermas pernah berdebat, merumuskan teori, dan menulis karya yang mengubah wajah ilmu sosial. I
nstitut yang mungil itu menjadi titik awal lahirnya gagasan yang mengguncang dunia akademik sekaligus menginspirasi gerakan mahasiswa global pada 1960-an.
Peran Mazhab Frankfurt bagi Dunia
Mazhab Frankfurt memperluas analisis Marxis dengan memasukkan psikoanalisis Freud, rasionalisasi Weber, dan kritik budaya. Konsep-konsep besar lahir darinya: industri budaya, kepribadian otoriter, masyarakat satu dimensi, hingga teori tindakan komunikatif.

Pengaruhnya pun tak hanya akademis. Marcuse menjadi ikon gerakan mahasiswa 1960-an, sementara Habermas mengembangkan gagasan ruang publik dan demokrasi deliberatif yang hingga kini menjadi rujukan dalam studi demokrasi.
Pelajaran bagi Universitas Hasanuddin
Mempelajari sejarah Mazhab Frankfurt dan menyaksikan langsung jejaknya di IfS memberi saya banyak pelajaran berharga. Saya menyadari bahwa kebesaran mazhab ini lahir bukan semata karena kejeniusan individu, melainkan karena ekosistem akademik yang mendukung.