Opini

Dari Hatta ke Soemitro: Jalan Pulang Menuju Ekonomi Rakyat

Oleh: Ilham Akbar Mustofa*

Setiap tanggal 12 Juli, Indonesia memperingati Hari Koperasi Nasional. Peringatan ini berdenotasi langsung pada gagasan Bapak Koperasi Indonesia sekaligus Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Mohammad Hatta, yang meletakan koperasi sebagai sokoguru pembangunan ekonomi bangsa.

Dalam anggapan Hatta, koperasi merupakan representasi watak dan karakter dari masyarakat Indonesia yang digali dari falsafah dan laku hidup masyarakat nusantara.

Jauh sebelum istilah koperasi dikenal secara formal, masyarakat nusantara telah lama hidup di dalam tradisionalitas gotong royong, tolong-menolong, dan kebersamaan dalam mengelola sumber daya.

Jauh sebelum konsep ekonomi modern diperkenalkan, sistem lumbung padi, arisan, hingga rembug desa merupakan koperasi tradisional yang telah dipraktikan turun-temurun di dalam budaya masyarakat kita.

Artinya, koperasi sebagai sebuah norma dan nilai bukanlah ‘barang impor’ dari luar indonesia, melainkan prinsip pokok yang telah lama hidup di bumi pertiwi dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Menurut Hatta, koperasi tidaklah berlandaskan pada sistem ekonomi kapitalisme maupun sosialisme. Koperasi menjadi jalan tengah yang merujuk kepada prinsip dan falsafah hidup masyarakat Indonesia, yaitu ekonomi kerakyatan. Dalam momen tertentu, koperasi memilki daya protektif terhadap praktik kolonialisme ekonomi yang mengesampingkan rakyat kecil.

Kala dimana akses modal, pasar, dan sumber daya menjadi begitu terbatas, koperasi menyediakan ruang alternatif untuk membangun basis ekonomi masyarakat yang mandiri. Dengan koperasi, masyarakat dapat mengonsolidasikan kekuatan ekonomi secara kolektif tanpa harus bergantung pada aktor-aktor pemilik modal besar.

Senada dengan Hatta, begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo, menganggap koperasi bukan sekadar unit usaha berbadan hukum, tetapi merupakan alat strategis untuk membangun ekonomi dari bawah, dengan rakyat sebagai subjek utama, bukan sebagai objek pembangunan.

Kerangka pemikiran Soemitro memberikan visi yang lebih holistik kepada kita bahwa ekonomi rakyat harus dibangun melalui partisipasi rakyat itu sendiri, dengan kelembagaan yang demokratis, dan berakar pada moralitas hidup yang telah mengakar sejak lama. Visi holistik ekonomi rakyat tersebut menubuh dalam koperasi.

Menumbuhkan ekonomi dari bawah adalah masterpiece gagasan Soemitro, yang percaya bahwa kekuatan sebuah bangsa bukan diukur dari seberapa besar investasi yang masuk, melainkan dari seberapa kuat rakyatnya mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

Dalam koperasi, harapan itu hidup dimana rakyat bergotong royong, mengelola sumber daya secara kolektif, dan menikmati hasil secara adil yang berujung pada kedaulatan ekonomi rakyat.

Kita dapat melihat bagaimana gagasan Hatta dan Soemitro tentang koperasi tersebut dipraktikan hingga saat ini, dan menjadikan koperasi sebagai menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.

Apalagi, di tengah situasi ekonomi yang kian kompleks, monopoli pasar dilakukan oleh koroporasi besar serta ketergantungan negara yang begitu besar terhadap investasi asing, koperasi menjasi semakin relevan sebagai jalan mewujudkan kedaulatan ekonomi rakyat.


>> Baca Selanjutnya