Para antropolog menyebut genre ini sebagai ecohorror. Ini adalah genre penceritaan yang menggunakan elemen horor untuk menyoroti konsekuensi destruktif dari perilaku manusia terhadap alam.
Saya teringat bacaan dari Carter Soles dan Stephen A Rust berjudul Ecohorror Special Cluster: 'Living in Fear, Living in Dread, Pretty Soon We'll All Be Dead'. Kajian ini mengeksplorasi bagaimana genre ecohorror dapat digunakan untuk mempromosikan kesadaran ekologis, mewakili krisis ekologis, dan mengaburkan perbedaan antara manusia dan non-manusia.
Ecohorror menggambarkan alam sebagai kekuatan misterius yang bisa membalas tindakan destruksi manusia. Cerita-cerita dalam genre ini sering kali melibatkan bencana alam, serangan hewan, atau roh alam yang marah sebagai balasan atas tindakan merusak manusia.
BACA: Kisah Moana yang Mengingatkan pada "The Voyage to Marege"
Di Indonesia, mitologi lokal dan cerita rakyat sering menggabungkan elemen-elemen ecohorror, seperti kisah tentang penunggu gunung atau roh penjaga hutan yang akan menghukum siapa saja yang merusak lingkungan.
Cerita film Eva: Pendakian Terakhir menguatkan genre ecohorror, dengan menggambarkan adanya konsekuensi jika kita tidak menghormati alam. Kisah ini populer karena pada dasarnya semua orang Indonesia meyakini adanya makhluk-makhluk halus yang berdiam di hutan dan pegunungan.
Di beberapa masyarakat tradisional, kepercayaan ini masih lestari. Ada “hidden rationality” atau rasionalitas, jika ada merusak hutan, maka bencana akan datang, dalam bentuk banjir.
Dengan sains modern, kita bisa menjelaskan hal ini, padahal, masyarakat kita sudah lama tahu hal ini melalui eco-horror dan berbagai hikayat untuk tidak merusak hutan.
Yang perlu dikhawatirkan adalah munculnya ecophobia yang menganggap alam adalah hal yang penuh bahaya dan perlu dihindari. Padahal, kita perlu menyatu dengan alam melalui program-program konservasi dan perbaikan ekologis.
Saya pernah membaca satu kajian mengenai film horor di masa Orde Baru. Di masa itu, film horor menjadi ajang kampanye agar masyarakat meninggalkan hutan, setelah itu pemerintah dan berbagai perusahaan lalu masuk hutan, mengkapling-kapling, serta membawa mesin-mesin untuk menjarah. Lewat kisah horor, pemerintah memperkuat ideologi pembangunanisme, yang menyingkirkan warga dari hutan.
***