News
Unhas Speak Up

Kampus Sehat 2025 dari Unhas untuk Indonesia, Prof Sukri: Lingkungan Menciptakan Perilaku



Prof Sukri Palutturi SKM MKes MScPH PhD, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas (dok unhas.tv)


Program Kampus Sehat juga merambah kegiatan rutin. Setiap pekan, warga FKM bergiliran menggelar senam sehat dan Jumat bersih. Mahasiswa, dosen, hingga cleaning service ikut terlibat. Semua bergerak, semua bertanggung jawab.

“Penerapan kampus sehat tidak boleh jadi milik elit fakultas,” kata Sukri. “Harus jadi kepemilikan bersama.”

Di kantin FKM, nyaris mustahil menemukan pengunjung merokok. Sampah plastik dipisahkan di tempat khusus, sementara kebersihan lorong dijaga dua kali sehari.

Bahkan, setiap pukul 10.00 pagi, pengeras suara mengumumkan pengingat sederhana: “Mohon membuang sampah pada tempatnya.” Suaranya rutin, seperti adzan kecil yang kali ini untuk mengingatkan kebersihan.

Namun menjaga konsistensi bukan perkara mudah. Tantangan terbesar datang dari sikap sebagian orang yang menganggap papan larangan hanya aksesoris.

“Yang tertulis itu bukan formalitas, itu serius,” kata Sukri. Ia tahu betul, perubahan perilaku sering kali terjadi bukan karena kesadaran, melainkan karena paksaan.

Di FKM, paksaan itu dijalankan melalui regulasi ketat. Lama-lama, kebiasaan baru terbentuk. “Kalau dulu orang merasa biasa saja merokok di kantin, kini mereka akan malu sendiri,” ujarnya.

Meski digerakkan dari fakultas, dukungan terbesar datang dari rektorat. Anggaran Kampus Sehat tidak hanya bersumber dari fakultas, melainkan dari universitas.

Menurut Prof Sukri, ini bukti nyata bahwa pimpinan Unhas memberi ruang dan keberpihakan pada kesehatan sivitas akademika.

Ia berharap, program ini tidak berhenti di FKM. “Sejatinya semua fakultas bisa mengadopsi. Implementasinya tentu berbeda-beda, tapi semangatnya sama,” ujarnya.

Bagi pria kelahiran Tanatoa, 29 Mei 1972 ini, kunci sukses ada di kepemimpinan. “Kalau kota sehat di banyak negara dipimpin langsung oleh wali kota, kampus sehat di Unhas idealnya dipimpin langsung oleh rektor. Dengan begitu, semua sumber daya akan bergerak.”

Lebih dari Sekadar Tidak Sakit

Kampus sehat bukan sekadar bebas dari penyakit. Isu sosial, kesehatan mental, hingga keamanan juga bagian dari agenda.

FKM Unhas, misalnya, melarang keras bullying, kekerasan, dan tawuran. Setiap mahasiswa baru diingatkan, kampus ini adalah ruang aman.

Di era ketika isu kesehatan mental semakin mengemuka, terutama di kalangan mahasiswa, program ini membuka ruang diskusi lebih luas. Lingkungan bersih dan aman diyakini memberi kontribusi besar terhadap kesehatan psikologis.

“Kalau setiap hari kita melihat kampus kotor, sumpek, dan penuh konflik, bagaimana bisa belajar dengan tenang?” tanya Sukri retoris.

Meski baru dimasifkan setahun terakhir di FKM, dampaknya mulai terasa. Mahasiswa baru menilai kampus lebih bersih, tamu dari luar melihat FKM sebagai kampus rapi dan nyaman. Bagi dosen, medical check-up rutin dari rektorat Unhas memberi ketenangan batin.

“Kalau ada asesor akreditasi datang, kita percaya diri,” kata Sukri. “Silakan nilai, karena kampus kami bersih,” ujar guru besar peraih penghargaan 9 Top Dosen dengan Sinta Tertinggi Tahun 2019 ini.

Prof Sukri percaya, Unhas punya peluang besar menjadi pionir nasional. Jika kampus sehat berhasil dijalankan di seluruh fakultas, Unhas bisa menjadi model bagi kampus lain di Indonesia. Bahkan lebih jauh, menjadi percontohan WHO untuk Asia Tenggara.

“Unhas adalah universitas besar di kawasan timur. Kalau program ini berhasil, dampaknya luas sekali,” ujarnya.

Program Kampus Sehat 2025 menegaskan kembali peran universitas sebagai pelopor perubahan sosial.

Kampus bukan hanya ruang akademik, melainkan juga laboratorium kehidupan sehat. Dari Makassar, gagasan ini bisa merembet ke kampus-kampus lain di Indonesia.

Seperti kata Prof Sukri, “Kampus sehat bukan soal tidak sakit. Ini soal bagaimana kita membangun peradaban.”

Dari lorong yang bebas asap rokok, dari kantin yang tertib, dari mahasiswa yang menandatangani integritas. Sebuah harapan lahir: kampus bukan hanya rumah ilmu, tapi juga rumah kesehatan. (*)