MAKASSAR, UNHAS.TV - Angka kerusakan gigi pada anak-anak di Provinsi Sulawesi Selatan tercatat lebih tinggi dibanding rata-rata nasional.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Muhammad Harun Achmad, drg., M.Kes., Sp.KGA(K), KKA(K), FSASS, menyebut prevalensi kasus di Sulsel telah mencapai 69 persen, sedangkan nasional berada di angka 55 persen.
“Kalau tidak salah di nasional sekarang ini 55 persen, sedangkan kita di Sulawesi Selatan sudah sampai di angka 69 persen. Dengan kata lain, angka prevalensi di Sulsel cukup tinggi. Kalau kita biarkan, bukannya berhenti tetapi akan terus naik,” jelas Prof. Harun.
Menurutnya, tingginya angka tersebut disebabkan oleh faktor multifaktorial, mulai dari kebiasaan anak mengonsumsi makanan dan minuman manis hingga kesadaran orang tua yang masih rendah terhadap pentingnya menjaga gigi anak.
Karena itu, pencegahan harus dilakukan secara kolaboratif. “Tidak bisa hanya orang tua saja, tidak bisa juga hanya anaknya, dan tidak bisa hanya dokternya. Harus ada kerjasama ketiganya agar upaya pencegahan bisa berjalan,” tambahnya.
Salah satu kebiasaan sederhana yang sering diabaikan orang tua adalah waktu menyikat gigi. Prof. Harun menekankan bahwa menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur jauh lebih penting ketimbang hanya melakukannya di pagi hari.
“Minimal malam sebelum tidur. Karena saat itu kolonisasi bakteri paling besar. Produksi saliva kita berkurang, kuman berkembang, pH mulut turun, dan itu yang memicu demineralisasi serta gigi menjadi keropos,” ungkapnya.
 FSASS.webp)
Guru Besar FKG Unhas Prof Dr drg Muhammad Harun Achmad MKes SpKGA Subsp KKA(K) FSASS. (dok unhas.tv)
Ia juga menjelaskan bahwa teknik menyikat gigi harus dilakukan dengan benar agar efektif membersihkan sela-sela gigi anak.
“Jangan terlalu cepat, jangan terlalu kasar. Gunakan sikat berbulu lembut, lakukan perlahan agar bisa menjangkau daerah-daerah yang sempit di rongga mulut. Kalau di bawah 3 tahun, pasta gigi cukup sebesar biji beras.
"Di atas 3 tahun bisa sebesar biji jagung. Yang penting mengandung fluoride, karena ini berfungsi menetralisir asam dan memperkuat struktur gigi,” terangnya.
Orang tua juga diingatkan untuk jeli mengenali tanda-tanda awal kerusakan gigi anak. “Biasanya dimulai dengan perubahan warna putih pada permukaan gigi, kemudian muncul bintik-bintik kecil. Itu artinya sudah ada proses pengeroposan. Kalau dibiarkan, lama-lama akan berlubang,” kata Prof. Harun.
Dengan kasus yang begitu tinggi, Prof. Harun menekankan bahwa edukasi dan pencegahan jauh lebih efektif dibandingkan mengobati.
“Lebih baik mencegah daripada mengobati. Kita harapkan dengan upaya pencegahan, senyum anak Indonesia bisa terjaga, nyeri akibat gigi berlubang bisa dikurangi, dan pembiayaan kesehatan bisa lebih efisien,” tutupnya.
(Rahmatia Arid / Unhas.TV)