Lingkungan
News

Kolaborasi Kampus, Pemerintah, dan Industri Jadi Kunci Kemandirian Modifikasi Pati Nasional

Prof Dr Ir Amran Laga MS, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Unhas saat tampil dalam siniar Unhas Speak Up bertajuk Revolusi Pangan Sehat dari Lokal untuk Dunia. (dok unhas tv)

MAKASSAR, UNHAS.TV - Keberhasilan pengembangan teknologi modifikasi pati di Indonesia tidak hanya bergantung pada kemampuan riset, tetapi juga pada kekuatan kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan industri.

Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. Ir. Amran Laga, MS., Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Unhas, dalam siniar Unhas Speak Up di Unhas TV edisi “Revolusi Pangan Sehat dari Lokal untuk Dunia”.

Prof. Amran menilai bahwa hingga kini banyak hasil penelitian perguruan tinggi yang belum mampu menembus dunia industri. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya fasilitas perantara atau pilot plant yang menjembatani hasil laboratorium dengan skala industri.

“Industri tidak mau menggunakan hasil laboratorium kalau belum terbukti di skala nyata. Jadi perlu fasilitas skala pilot sebagai jembatan dari hasil riset ke industri,” tegasnya.

Fasilitas tersebut diperlukan untuk menguji kelayakan teknologi dan keekonomian produksi sebelum hasil riset diadopsi secara luas. Menurutnya, kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri harus difasilitasi secara serius oleh pemerintah melalui dukungan regulasi dan pembiayaan.

“Yang paling punya peran di situ adalah pemerintah, bagaimana membuat regulasi agar pati-pati lokal bisa diberdayakan menjadi pati termodifikasi yang dibutuhkan industri,” ujarnya.

Kolaborasi lintas sektor ini penting untuk membentuk ekosistem inovasi pangan nasional. Unhas, sebagai salah satu universitas riset terbesar di Indonesia timur, telah memulai berbagai kerja sama riset dan pengabdian kepada masyarakat untuk memperkuat rantai nilai pertanian lokal.

Namun, menurut Prof. Amran, riset saja tidak cukup. Harus ada mekanisme yang memastikan hasil penelitian sampai ke tangan industri dan masyarakat, terutama petani sebagai penyedia bahan baku utama.

“Harapan kami, perguruan tinggi bisa memfasilitasi laboratorium maupun peralatan skala pilot agar hasil penelitian bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dan dimanfaatkan industri,” ucapnya.

Ia juga menyoroti perlunya kebijakan yang membatasi impor produk pati termodifikasi, yang selama ini membuat industri domestik kurang berkembang.

“Pemerintah bisa membuat regulasi supaya impor produk modifikasi dibatasi, sehingga menggenjot pengembangan produk modifikasi di dalam negeri,” tambah Prof. Amran.

Ia optimistis, dengan sinergi tiga pihak – kampus sebagai inovator, industri sebagai pengguna teknologi, dan pemerintah sebagai regulator – Indonesia dapat mencapai kemandirian pangan sekaligus meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global.

“Kalau kolaborasi ini berjalan, hasil riset perguruan tinggi tidak akan berhenti di laboratorium, tapi benar-benar memberi dampak pada masyarakat,” tutupnya.

(Rahmatia Ardi / Unhas TV)