MAKASSAR, UNHAS.TV – Di balik bebatuan kapur berlekuk tajam yang menjulang di Maros, Sulawesi Selatan, tersimpan sejarah panjang kehidupan —bukan hanya manusia purba, tetapi juga mikroorganisme yang tak kasat mata.
Kawasan Biokarst Leang-Leang, seluas 4000 hektar, kini tak hanya menjadi situs arkeologi, tapi juga laboratorium hidup yang menyatukan ilmu bioteknologi, sejarah, hingga konservasi lingkungan.
"Biokarst adalah ekosistem yang rapuh tapi sangat kaya. Di sini, bukan hanya batu yang bicara, tapi juga mikroba yang menyimpan cerita masa lalu," ujar Prof Dr Ir Siti Halimah Larekeng SP MP, dosen Bioteknologi Molekuler Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.
Leang-Leang dikenal dunia lewat lukisan tangan dan babi rusa berusia puluhan ribu tahun. Tapi lebih dari itu, kawasan ini menyimpan jejak mikroorganisme purba yang dapat diidentifikasi melalui pendekatan ancient DNA (ncDNA)—teknik bioteknologi untuk melacak interaksi mikroba dan manusia masa lalu.
"Dari situ kita bisa tahu, bahkan bumbu masak atau obat-obatan yang digunakan zaman dulu. Semua itu bisa dikupas dari sisa DNA mikroba yang tertinggal," jelas Siti Halimah.
Tak hanya itu, eksplorasi mikroba di kawasan karst juga mengungkap potensi besar untuk masa depan termasuk jamur purba yang tumbuh di dinding-dinding gua, seperti jamur tiram yang ternyata bisa dimakan dan dimanfaatkan untuk pangan hingga kesehatan sebagai antimikroba.
Namun, menjaga kawasan ini bukan perkara mudah. Perubahan iklim, eksploitasi wisata, dan kurangnya edukasi membuat karst semakin rentan. Siti Halimah menekankan pentingnya kolaborasi: antara ilmuwan, pemerintah, masyarakat lokal, dan pemandu wisata.
"Kita tidak bisa larang pengunjung sepenuhnya, tapi kita bisa edukasi. Lewat pemandu wisata, anak-anak kecil, bahkan masyarakat sekitar. Karst adalah warisan yang harus dijaga bersama," tegasnya.
Selama tiga tahun terakhir, vegetasi dan kondisi mikroba di Leang-Leang masih stabil. Tapi tantangan tetap ada. Karena itu, pendekatan bioengineering dan pelestarian aktif terus dilakukan dengan harapan biokarst ini tetap hidup, dan terus bercerita untuk generasi mendatang.
Andi Putri Najwah (UNHAS TV)