
Muhammad Isra Immawan
Di FLP Unhas, organisasi literasi yang digawanginya, Israwan kerap menjadi tempat bertanya bagi anggota baru. Ia memfasilitasi diskusi karya, mengajak menulis rutin, dan menjembatani konsultasi tulisan antaranggota.
“Hal yang paling saya sukai dari FLP adalah kita bebas konsultasi karya ke senior. Itu privilege besar yang tidak saya dapatkan di tempat lain,” katanya.
Ternyata, ketertarikannya pada FLP bermula dari selebaran yang ia temukan saat sedang makan kudapan bersama teman. “Ada brosur, saya baca, lalu tertarik. Apalagi ada kalimat: bebas konsultasi karya seumur hidup,” katanya tertawa.
Kini ia menjabat sebagai ketua dan mengupayakan agar semangat literasi di kalangan mahasiswa tidak padam.
Di LEDAK, tempat ia belajar debat dan argumentasi, Isra belajar bahwa menyampaikan pendapat tak cukup dengan keberanian. “Struktur berpikir dan etika komunikasi harus diperhatikan. Kita tak bisa asal serang argumen orang tanpa dasar dan sopan santun,” katanya.
Sementara di Student Volunteer FISIP Unhas, ia belajar tentang kerja kolektif. Ia tergabung di divisi copywriting yang bertugas menyiapkan materi promosi dan laporan kegiatan.
“Kami ikut menyukseskan acara Dies Natalis FISIP. Di sana saya belajar kerja dalam tekanan, koordinasi lintas divisi, dan pentingnya komunikasi tim,” ucapnya.
Menjadi relawan, katanya, bukanlah pekerjaan sia-sia. “Banyak teman saya yang menganggap volunteer itu buang tenaga. Tapi bagi saya, justru itu ladang belajar yang luar biasa,” tuturnya.
Meski aktif di berbagai organisasi dan vokal soal isu pemerintahan, Israwan tidak mengabaikan akademik. Justru ia menganggap perkuliahan sebagai fondasi dari semua aktivitasnya.
“Kalau tidak memahami teori pemerintahan, bagaimana saya bisa mengkritik atau menyuarakan kebijakan publik dengan benar?” katanya.
Ia juga menyebut bahwa pengalaman kuliah di Ilmu Pemerintahan berbeda dari ekspektasinya. “Saya kira bakal banyak tugas dan bikin stres. Tapi ternyata lebih enjoyable. Apalagi karena saya memilih jurusan ini dengan kesadaran dan minat, jadi belajar itu menyenangkan,” ungkapnya.
Ia menyebut bahwa sistem pembelajaran di Unhas membuatnya merasa lebih bebas, lebih dewasa, dan lebih bertanggung jawab.
Menutup perbincangan sore itu, Isra sempat menyampaikan pesan kepada mahasiswa baru atau mereka yang sedang ragu melangkah di dunia kampus.
“Kuliah bukan hanya tentang IPK. Ini soal membentuk karakter, menentukan arah hidup. Jangan takut untuk aktif, bersuara, dan ikut serta dalam perubahan,” ujarnya.
Muhammad Isra Immawan mungkin baru mahasiswa semester dua. Tapi ia telah memantapkan diri sebagai pemuda yang tahu betul arah yang ingin dituju. Dalam diamnya, ia tajam. Dalam aktivitasnya, ia konsisten.
Ia menunjukkan bahwa menjadi mahasiswa bukan hanya tentang lulus cepat, tapi tentang menjadi bagian dari ikhtiar besar membangun negeri.
Seperti buku yang belum rampung ditulis, perjalanan Isra masih panjang. Tapi setiap bab yang ditulisnya—dengan kata, sikap, dan tindakan—telah memberi makna lebih bagi kampus, organisasi, dan negeri yang ia cintai.
Mendobrak Batas Lewat Literasi
>> Baca Selanjutnya