Hiburan
Opini

MUFASA, Moses, dan Ritus Antropologis



Kisah ini terasa mudah ditebak. Perjalanan seorang anak untuk menggapai kedewasaan lalu menemukan peta dirinya dalam ekosistem adalah kisah klasik yang dihadapi semua anak di semua zaman.

Antropolog Arnold van Gennep menyebutnya Rites of Passage, dalam bahasa Perancis dikenal les rites de passage, yakni ritual peralihan menuju kedewasaan. Seorang anak melakukan perjalanan, menyerap banyak pelajaran di sekitarnya, hingga kelak mendaki tangga kedewasaan.

Melewati passage artinya seseorang meninggalkan suatu fase atau suatu kelompok dan masuk ke fase berikutnya atau kelompok lainnya, ibarat ia keluar dari satu kamar dan masuk ke kamar lainnya.

Melalui perjalanan itu, Mufasa mengasah kemampuannya, sekaligus menggapai kedewasaan dan kebijaksanaan. Dia melindungi yang lain, serta menginspirasi. Dia punya corak leadership yang sifatnya transformatif, organik. Dia bisa menggerakkan orang lain sehingga bersama-sama menjadi kesatuan. Sebagaimana Musa, dia mengambil tanggung jawab besar untuk menyelamatkan kaum hewan, dengan cara mengalahkan penguasa yang zalim.

Di sini, kita melihat satu peta semiotik yang sarat makna. Sosok musuh, Kairos, digambarkan sebagai singa putih yang kejam. Ini mengingatkan pada kolonialisme bangsa kilit putih yang menjarah Afrika di masa silam. Para penjajah digambarkan culas dan ingin mencaplok sumber daya. Berkat para rasul seperti Mufasa, sebagaimana dulu dilakoni Musa, orang-orang menjadi sadar dengan situasinya, lalu melawan bersama-sama.

Kisah-kisah para nabi modern juga seperti ini. Tokoh-tokoh seperti Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Sukarno, Hatta, Hi Chi Minh, juga melalui situasi serupa. Mereka menjadi kuat karena dukungan orang lain di sekitarnya. 


>> Baca Selanjutnya