
Rara Aqilah Salsabila Winner Duta Wisata Kota Makassar 2025
Usai diwisuda pada September 2025, Rara kembali membuat kejutan. Ia terpilih sebagai Duta Wisata Kota Makassar 2025. “Saya suka menjelajah,” ujarnya.
“Dan sering ditanya keluarga dari luar kota: Makassar itu ada apa sih? Nah, itu yang memotivasi saya untuk jadi duta,” lanjutnya.
Bagi Rara, Makassar bukan hanya Pantai Losari. Ia menyebut tiga potensi utama kota ini: kuliner, bahari, dan budaya.
“Kalau datang ke Makassar, jangan cuma foto di Losari,” ujarnya setengah bercanda. “Coba kuliner khasnya, pallu basa, jalangkote, pisang ijo. Semua bercerita tentang cita rasa dan sejarah,” jelasnya.
Kemudian, wisata bahari yang tak kalah memesona: gugusan pulau Spermonde, Pulau Samalona, hingga Kapoposang. “Setiap pulau punya keindahan tersendiri,” kata Rara. “Diving, snorkeling, atau sekadar melihat matahari terbenam, semuanya magis.”
Namun, ia juga mengajak wisatawan untuk menengok hidden gems—tempat-tempat yang jarang disorot, seperti Dermaga Kayu di Kampung Wisata Lontara, Pelabuhan Potere.
Di sana, katanya, semua aspek kehidupan Makassar bertemu: kapal pinisi, pedagang ikan, pekerja pelabuhan, dan kuliner laut segar.
“Potere itu seperti cermin kecil kehidupan pesisir Makassar,” katanya. “Ada sejarah, budaya, dan ekonomi yang berpadu jadi satu,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti Ekowisata Mangrove Lantebung, wilayah pesisir yang berperan penting sebagai pelindung alami dari abrasi laut. “Sayangnya, infrastrukturnya masih kurang. Jembatannya banyak yang rusak,” ungkapnya. “Padahal potensinya luar biasa.”
Bagi Rara, wisata bukan hanya tentang hiburan, melainkan tentang keberlanjutan. “Wisata berkelanjutan berarti menikmati keindahan tanpa merusaknya,” ujarnya. “Makassar punya semua modalnya—tinggal bagaimana kita menjaganya bersama.”
Menjaga Warisan, Merawat Masa Depan
Sebagai Duta Wisata, Rara ingin membawa misi lebih besar, menjadikan pariwisata Makassar sebagai sarana edukasi budaya dan konservasi alam.
Ia ingin wisatawan tidak hanya datang untuk berfoto, tetapi juga memahami nilai-nilai di balik setiap tempat yang mereka kunjungi.
“Budaya adalah pembeda kita,” katanya tegas. “Makassar punya tradisi Tabek, Siri’ na Pacce, dan seni tari yang kuat. Kalau wisatawan mengenal itu, mereka akan paham siapa kita.”
Ia percaya, promosi wisata yang efektif bukan hanya soal brosur dan media sosial, melainkan tentang storytelling, cerita tentang manusia, alam, dan nilai.
“Kita tidak bisa jual laut tanpa bicara tentang nelayannya, tidak bisa jual kuliner tanpa menghargai petani dan kokinya,” ujarnya.
Rara Aqila Salsabila mungkin baru 22 tahun, tapi jejaknya telah menembus berbagai ranah: pertanian, kemaritiman, seni, dan pariwisata.
Dari sawah hingga samudra, dari aula kampus hingga panggung internasional, ia membawa satu pesan yang sama, bahwa keberlanjutan bukan hanya wacana, melainkan gaya hidup.
“Kalau bukan kita yang menjaga alam dan budaya kita, siapa lagi?” tutupnya.
Langit Makassar masih mendung sore itu, tapi di mata Rara, masa depan tampak terang. Seperti laut yang tak pernah lelah berdebur di tepi kota, semangatnya pun terus beriak, menyuarakan cinta pada alam, budaya, dan tanah kelahirannya. (*)