UNHAS.TV - Bagi generasi Z yang tumbuh di era serba cepat dan dikepung digitalisasi, “keluarga” tetap menyimpan makna yang dalam.

Pada peringatan Hari Keluarga Internasional yang jatuh setiap 15 Mei, dua mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) membagikan pandangan mereka tentang arti keluarga—yang bagi mereka bukan hanya soal hubungan darah, melainkan tentang kehadiran, kepedulian, dan tempat berpulang.

Nur Halisya, mahasiswa Fakultas Keperawatan Unhas, mengungkapkan bahwa keluarganya adalah pondasi utama dalam membentuk siapa dirinya hari ini.

“Keluarga itu segalanya. Tidak ada yang bisa menggantikan peran mereka. Kita bisa bertemu siapa pun di luar, tapi pada akhirnya akan kembali ke rumah, ke keluarga,” ujar Halisya.

Baginya, keluarga mencakup lebih dari sekadar ayah dan ibu. Sosok seperti kakek dan nenek pun ia anggap berperan besar dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan sejak kecil.

Sedangkan A. Muhammad Ivan M., mahasiswa Fakultas Kehutanan, menyampaikan definisi keluarga dengan cara yang lebih filosofis. “Keluarga adalah mereka yang hatinya tidak tenang saat kamu gelisah,” katanya.

Bagi Ivan, keluarga adalah wujud dari kepedulian murni—mereka yang hadir tanpa syarat, rela berkorban, dan selalu memikirkan masa depan anggota keluarganya.

Hari Keluarga Internasional ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1993. Perayaan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keluarga sebagai unit dasar masyarakat.

Setiap tahun, tema yang diangkat berbeda-beda, namun selalu menekankan bagaimana keluarga dapat berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, perdamaian, dan kesejahteraan sosial.

Menurut data BKKBN tahun 2023, lebih dari 80% remaja di Indonesia masih menjadikan keluarga sebagai sumber utama nilai dan dukungan emosional.

Fakta ini cukup menenangkan di tengah kekhawatiran bahwa globalisasi dan teknologi dapat mengikis peran keluarga dalam kehidupan anak muda.

Gen Z Lebih Ekspresif