Budaya
Opini

Tradisi Sikkiri Syaraful Anam dalam Pernikahan Bugis-Makassar: Analisis Kearifan Lokal dan Relevansinya dengan Sunnah Nabi SAW

Sikkiri

Oleh: Syamsir Nadjamuddin,S.Ag*

"Musik merupakan bunyi yang diorganisir oleh manusia berdasarkan nilai-nilai budaya dan sosial yang mereka miliki"

(John Blacking, antropolog musik)

Tradisi dalam pernikahan masyarakat Bugis-Makassar kaya akan simbol, nilai, dan filosofi kehidupan yang sarat dengan makna. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan adalah Masikkiri Syaraful Anam, yaitu prosesi pembacaan kitab Maulid Syaraful Anam dalam rangkaian acara pernikahan. Tradisi ini tidak hanya merupakan bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi juga mencerminkan nilai religius dan spiritual dalam institusi pernikahan.

Fenomena ini memadukan antara kearifan lokal dan ajaran Islam. Dalam konteks pernikahan, relevansi dengan sunnah Nabi SAW menjadi penting untuk melihat sejauh mana tradisi ini mendukung prinsip-prinsip Islam dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Apa sesungguhnya makna dan proses pelaksanaan tradisi Masikkiri Syaraful Anam dalam pernikahan Bugis-Makassar?

Ketika tradisi ini mencerminkan sebagai sebuah kearifan lokal, apakah ia relevan dengan sunnah Nabi SAW dalam konteks pernikahan?

Para da'i, akademisi maupun analis budaya seharusnya banyak menjelaskan proses dan makna tradisi Sikkiri Syaraful Anam ini. Setidaknya mampu menganalisis nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi tersebut serta memahami kesesuaian dan relevansi tradisi tersebut dengan sunnah Nabi SAW. Untuk mencapai tujuan ini, tentu tetap berpedoman pada observasi sesuai dengan standar metode ilmiah, seperti, metode penelitian dengan pendekatan deskriptif-analitis, studi literatur, observasi, dan wawancara dengan tokoh adat dan agama.

Secara teoritis, tulisan ini dimaksudkan untuk: pertama, menjelaskan bagaimana kearifan lokal sebagai nilai, norma, dan praktik budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat tertentu, menjadi pedoman hidup serta diwariskan lintas generasi. Kedua, bagaimana relevansinya dengan Sunnah nabi Muhammad Saw 

Tradisi Sikkiri atau Masikkiri Syaraful Anam, biasanya dilakukan pada malam hari sebelum akad nikah. 

Masikkiri berarti “membacakan,” sedangkan Syaraful Anam adalah kitab maulid yang menceritakan kelahiran dan keutamaan Nabi Muhammad SAW. Acara ini dilakukan oleh para imam, santri, dan keluarga besar mempelai, diiringi dengan zikir, pembacaan puji-pujian, serta doa keselamatan.

Tradisi Masikkiri mencerminkan beberapa nilai utama, antara lain:

  • Spiritualitas: Menghadirkan nuansa religius yang mendalam.
  • Komunalitas: Menguatkan hubungan sosial antar keluarga dan masyarakat.
  • Pelestarian budaya: Sebagai bentuk pemeliharaan identitas budaya lokal.

Lalu apa rselevansinya dengan Sunnah Nabi SAW?  Untuk menemukan relevansi nilai kearifan lokal dengan Sunnah Nabi SAW, diperlukan pendekatan yang bijak dan kontekstual. Berikut adalah beberapa cara yang bisa ditempuh:

Pertama, Mengidentifikasi Nilai Inti Kearifan Lokal. Hal ini bisa ditempuh dengan mahami nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi lokal, seperti gotong royong, kesederhanaan, penghormatan kepada orang tua, toleransi, dan keadilan.

Kedua, Perbandingan Nilai. Membandingkan Nilai-Nilai tersebut dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Sunnah Nabi SAW.

Ketiga, Menganalisis Keselarasan Nilai . Dengan memahami apakah nilai dalam kearifan lokal tidak bertentangan dengan ajaran Islam, khususnya Sunnah. Contoh: Tradisi Mappacci dalam budaya Bugis mengandung nilai pensucian diri sebelum menikah, yang selaras dengan anjuran bersuci dalam Islam.

Keempat, Menggunakan Pendekatan Maqashid Syariah. Yakni mengenal tujuan utama syariah: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Kelima, Kontekstualisasi Sunnah perlu menjadi perbandingan. Bahwa sunnah tidak selalu berbentuk literal, tapi juga bisa berbentuk maqasid (tujuan) dan ‘illah (alasan UU hukum). Misalnya, jika suatu tradisi bertujuan mempererat silaturahmi dan menghormati tamu, itu sejalan dengan Sunnah walau bentuknya berbeda.

Keenam, Dialog dan Edukasi Budaya. Melakukan dialog antara tokoh adat dan tokoh agama agar terjadi pemahaman bersama, serta edukasi bahwa Islam tidak menolak budaya, selama tidak bertentangan dengan syariat.

>> Baca Selanjutnya