Menurut TechCrunch, penerapan tarif baru oleh pemerintahan Trump kembali memicu perang dagang antara dua ekonomi terbesar di dunia. Presiden AS membenarkan tindakan ini dengan klaim bahwa Beijing gagal mencegah masuknya obat-obatan terlarang ke AS. Namun, pejabat China telah berulang kali membantah klaim tersebut.
Sebagai tanggapan atas tarif AS, China memberlakukan tarif baru sebesar 15% atas ekspor batu bara dan gas alam cair AS. Selain itu, minyak dan peralatan pertanian AS dikenakan tarif 10%. Pemerintah Beijing juga menambahkan dua perusahaan AS, termasuk pemilik merek ternama Calvin Klein (PVH Corp) dan perusahaan bioteknologi Illumina, ke dalam daftar entitas yang dibatasi.
Di sisi lain, China mengumumkan akan memberlakukan kontrol ekspor baru atas bahan-bahan terkait tungsten, salah satu elemen kunci dalam industri canggih. Langkah ini dapat berdampak langsung pada rantai pasokan global dan industri sensitif, termasuk produksi semikonduktor dan peralatan teknologi.

Google memiliki kantor di beberapa kota besar China seperti Beijing, Shanghai, dan Shenzhen. (Credit: The Guardian)
Apakah Google Masih Beroperasi di China?
Meskipun layanan Google tidak dapat diakses di China, perusahaan ini masih memiliki kantor di negara tersebut. Google fokus pada penjualan dan bisnis periklanan, serta memiliki karyawan yang bekerja pada layanan seperti Google Cloud dan solusi untuk pelanggan. Google memiliki kantor di beberapa kota besar China seperti Beijing, Shanghai, dan Shenzhen.
Apa Dampak Investigasi Ini bagi Google?
Karena detail investigasi ini masih terbatas, dampak langsungnya terhadap operasi Google belum jelas. Namun, kemungkinan besar situasi Google saat ini tidak akan terpengaruh secara signifikan, karena investigasi ini mungkin memakan waktu berbulan-bulan. Beberapa ahli percaya bahwa investigasi ini mungkin berfokus pada sistem operasi Android milik Google, yang digunakan oleh hampir semua merek smartphone selain Apple dan Huawei. Investigasi ini juga bisa menjadi alat tawar-menawar dalam perang dagang antara AS dan China.
John Gong, seorang profesor ekonomi di Universitas Perdagangan dan Ekonomi Internasional, mengatakan bahwa investigasi ini mungkin terkait dengan dominasi Google dalam bisnis Android, karena hampir semua merek smartphone, kecuali Apple dan Huawei, harus membayar biaya lisensi kepada Google untuk menggunakan sistem Android. Gong menambahkan bahwa investigasi ini kemungkinan bisa dinegosiasikan.
Huawei, setelah dimasukkan dalam daftar hitam AS pada tahun 2019 yang membatasi perdagangannya dengan perusahaan AS termasuk Google, mengembangkan sistem operasi HarmonyOS.
Julian Evans-Pritchard, kepala ekonom China di Capital Economics, menulis bahwa penyelidikan terhadap Google mungkin akan berakhir tanpa hukuman apa pun.
Rekam Jejak Google dalam Dugaan Pelanggaran Anti-Monopoli
>> Baca Selanjutnya