Opini

"Dari Diam Menjadi Suara: Kisah Nüshu, Bahasa Rahasia Perempuan Tiongkok"


Nüshu lahir dari keterbatasan akses pendidikan formal bagi perempuan pada masa itu. Perempuan didaerah tersebut, yang seringkali tidak diperbolehkan belajar tulisan resmi Tionghoa, menciptakan sistem tulisan mereka sendiri sebagai bentuk ekspresi dan komunikasi. Tulisan ini biasanya ditulis pada kain, kipas, atau kertas, dan digunakan untuk menulis puisi, surat, atau catatan pribadi yang hanya bisa dipahami oleh perempuan yang mempelajarinya.  


Perempuan yang menuliskan aksara tulisan Nushu di atas kipas, dan seorang wanita merajut kain yang didalamnya terdapat tulisan aksara Nushu. (Credit: Sukma)
Perempuan yang menuliskan aksara tulisan Nushu di atas kipas, dan seorang wanita merajut kain yang didalamnya terdapat tulisan aksara Nushu. (Credit: Sukma)

Nüshu tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga menjadi sarana untuk menyampaikan keluh kesah, harapan, dan dukungan di antara perempuan. Mereka sering menulis tentang kehidupan sehari-hari, pernikahan, kehilangan, dan persahabatan. Karya-karya Nüshu, yang merupakan sebuah sistem tulisan rahasia yang dikembangkan oleh perempuan pedesaan Jiangyong, sebagian besar terdiri dari lagu-lagu rakyat yang mengekspresikan kesulitan dan penderitaan kaum perempuan. Para penulis Nüshu, yang hidup di lapisan bawah masyarakat, menggunakan kreasi dan komunikasi Nüshu sebagai sarana untuk mengatasi perjuangan dan tantangan hidup mereka. Melalui Nüshu, mereka menyuarakan keluhan dan kesedihan, mencari resonansi emosional serta kenyamanan dari sesama perempuan. Meratapi penderitaan menjadi tema inti dari sastra Nüshu, dengan nada khasnya yang penuh kesedihan dan kemurungan. Sastra Nüshu merupakan bentuk ekspresi air mata yang pahit dan emosional, menjadi perwujudan dari kegetiran dan kepedihan yang dialami kaum perempuan di Tiongkok pada masa itu.

Karya Nüshu sebagian besar terdiri dari lagu-lagu daerah yang mengungkapkan kesulitan hidup perempuan. Penulisnya adalah perempuan pedesaan yang hidup di lapisan masyarakat terbawah, dan mereka menggunakan Nüshu sebagai sarana kreasi dan komunikasi untuk menghadapi perjuangan serta tantangan hidup. Melalui Nüshu, mereka menyuarakan rasa sakit, mencari resonansi emosional, dan menemukan kenyamanan. Akibatnya, tema utama dalam sastra Nüshu adalah ratapan atas penderitaan, dengan nada khas yang penuh kesedihan dan melankolis. Sastra Nvshu merupakan bentuk ekspresi yang sarat dengan duka, air mata, dan penceritaan emosional yang menyentuh hati.

Tradisi ini diturunkan dari ibu ke anak perempuan atau antara sahabat dekat, menciptakan ikatan yang kuat di antara komunitas perempuan. Meskipun sempat hampir punah akibat perubahan sosial dan politik di Tiongkok, upaya pelestarian dan pengakuan global telah membawa Nüshu kembali menjadi sorotan sebagai warisan budaya yang tak ternilai.


>> Baca Selanjutnya