oleh: Arief Bisma*
Mahasiswa sejak lama dikenal sebagai penggerak perubahan sosial, penjaga nurani publik, dan agen transformasi bangsa. Dalam konteks pertanian, peran ini menjadi semakin strategis, terutama di tengah berbagai krisis global: ancaman ketahanan pangan, dampak perubahan iklim, hingga lambatnya regenerasi petani.
Mahasiswa pertanian tidak cukup hanya hadir sebagai pelajar, tetapi harus tampil sebagai pemikir strategis—sebagai intelektual organik yang mampu menjembatani pengetahuan ilmiah dengan realitas lapangan, serta memadukan idealisme dengan aksi nyata.
Pertanian saat ini bukan lagi sekadar urusan produksi tanaman. Ia telah menjadi bagian integral dari peradaban yang menopang seluruh aspek kehidupan—sosial, ekonomi, budaya, hingga geopolitik.
Ketersediaan pangan yang sehat, aman, dan berkelanjutan merupakan syarat utama bagi keberlangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, mahasiswa pertanian tidak boleh terpaku hanya pada aspek akademik.
Mereka harus hadir dengan gagasan segar dan inovatif, berperan sebagai penggerak perubahan sekaligus pelaksana solusi nyata bagi masa depan bangsa dan dunia.
Pendidikan Pertanian dalam Arus Zaman
Krisis iklim, degradasi lingkungan, dan ancaman krisis pangan global menuntut lahirnya paradigma baru dalam pendidikan pertanian. Sistem pangan yang adaptif, adil, dan berkelanjutan harus menjadi tujuan utama.
Karena itu, pendidikan pertanian perlu menjadi ruang pembentukan karakter progresif: tangguh menghadapi tantangan, tajam dalam berpikir, visioner dalam cita-cita, dan mampu mewujudkan tindakan nyata yang berdampak bagi masyarakat.
Mahasiswa pertanian perlu memahami sektor ini sebagai ekosistem yang kompleks: mulai dari hulu ke hilir, dari kebijakan publik hingga praktik teknis, dan dari dinamika lokal hingga tantangan global.
Kampus tidak boleh hanya menjadi ruang teoritik; ia harus berkembang menjadi laboratorium gagasan, pusat inovasi, dan ladang pengabdian. Mahasiswa juga harus dibekali kemampuan berpikir kritis agar mampu mempertanyakan cara-cara lama yang tidak lagi relevan, serta melahirkan pendekatan baru yang kontekstual dan solutif.
Dari Idealisme ke Aksi Transformatif
Sejarah pergerakan mahasiswa selalu ditopang oleh idealisme yang kuat. Namun dalam realitas hari ini, idealisme hanya bermakna jika diwujudkan dalam aksi nyata. Mahasiswa pertanian harus mampu mengintegrasikan pengetahuan akademik dengan praktik lapangan, menjembatani teori dengan pengabdian.
Mereka perlu melakukan penelitian yang melahirkan inovasi, menerapkannya di lapangan, memanfaatkan teknologi pertanian modern, serta mendukung praktik pertanian ramah lingkungan sebagai kontribusi konkret bagi masyarakat.
Penguasaan akademik harus diiringi kepekaan sosial. Mahasiswa pertanian perlu hadir di tengah komunitas, membangun sinergi erat dengan petani, pelaku usaha, pemerintah, media, dan elemen masyarakat lainnya.
Kepemimpinan sosial mereka harus tercermin dalam kolaborasi lintas sektor yang berdampak positif. Mahasiswa tidak hanya menjadi suara perubahan, tetapi juga pelaku utama yang mengubah ide dan gagasan menjadi gerakan hidup yang bermakna.
Kritisisme sebagai Modal Kepemimpinan Intelektual
Sikap kritis bukan sekadar membantah. Dalam tradisi akademik, kritisisme adalah fondasi berpikir jernih dan mendalam. Ia menjadi alat untuk menguji ulang asumsi, membongkar paradigma lama, serta merumuskan gagasan baru yang lebih relevan.