Oleh:Tamsil Linrung*
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintahan Prabowo–Gibran telah menimbulkan perdebatan hangat. Banyak yang memandangnya sekadar kebijakan populis atau kelanjutan dari program perlindungan sosial. Namun, jika ditelaah dari sudut pandang ekonomi makro dan pembangunan nasional, MBG sesungguhnya merupakan penggerak baru ekonomi rakyat yang berpotensi memperkuat fondasi pertumbuhan dari akar rumput sekaligus menopang ketahanan bangsa dalam jangka panjang.
MBG sebagai Poros Ekonomi dari Arah Bawah
Dalam beberapa bulan terakhir, program MBG menunjukkan dinamika ekonomi yang signifikan. Dengan lebih dari 82 ribu dapur SPPG yang beroperasi rutin selama sekitar 240 hari per tahun, tercipta denyut transaksi bahan pangan harian yang masif di berbagai daerah. Setiap dapur berarti aktivitas ekonomi: pembelian sayur, telur, daging, ikan, bumbu, dan berbagai kebutuhan penunjang yang melibatkan ribuan petani, nelayan, pedagang kecil, dan pelaku transportasi.
Inilah sirkulasi ekonomi rakyat yang bekerja setiap hari—tidak dalam bentuk proyek raksasa yang terpusat, tetapi melalui denyut transaksi mikro yang merata dan berkelanjutan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperkuat hal itu: konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2025 tumbuh 4,97% dengan kontribusi 54,25% terhadap PDB nasional. Lebih dari separuh kekuatan ekonomi Indonesia bersumber dari aktivitas konsumsi masyarakat. Dengan demikian, intervensi MBG pada komponen terbesar PDB ini bukanlah hal kecil—ia mendorong pertumbuhan melalui pola bottom-up, bukan sekadar stimulus sesaat dari atas.
Dampak Multiplikatif dan Pemerataan Ekonomi
Kekuatan strategis MBG terletak pada sifatnya yang berkelanjutan dan terdistribusi. Setiap dapur menciptakan permintaan harian yang konsisten dan stabil, menghasilkan efek pengganda (multiplier effect) di berbagai lapisan: dari petani lokal hingga UMKM pengolah makanan.
Berbeda dengan proyek infrastruktur besar yang terpusat di wilayah tertentu, MBG menyebarkan denyut ekonomi secara horizontal, menciptakan pemerataan stimulus ekonomi nasional yang jarang terjadi sebelumnya.
Program ini juga memperkuat resiliensi ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global—pelemahan ekspor, fluktuasi harga komoditas, dan stagnasi investasi industri. Dengan menggerakkan ekonomi “arus bawah”, MBG membangun daya tahan nasional dari akar konsumsi rakyat yang nyata dan tidak mudah terguncang.
Makanan Bergizi: Fondasi Kesehatan dan Keamanan Bangsa
Lebih dari sekadar agenda ekonomi, MBG menyentuh inti keamanan nasional: ketahanan pangan dan gizi.
Seperti ditegaskan berbagai studi dan kebijakan global, keamanan pangan adalah fondasi keamanan nasional. Akses masyarakat terhadap makanan bergizi bukan hanya isu kesejahteraan, tetapi juga soal kedaulatan dan stabilitas sosial.
Bangsa yang mampu menyediakan makanan sehat dan cukup bagi rakyatnya memiliki dasar kuat untuk menjaga kemandirian, produktivitas, dan stabilitas politik.
Kecukupan gizi bagi anak-anak dan pelajar yang menjadi sasaran utama MBG berimplikasi langsung terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan—mencegah stunting, meningkatkan daya kognitif, serta memperkuat daya saing nasional. Dalam arti ini, MBG adalah investasi strategis jangka panjang untuk membentuk generasi unggul yang sehat jasmani dan rohani.

Ilustrasi ini menunjukkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Prabowo–Gibran sebagai penggerak baru ekonomi rakyat yang menghidupkan rantai pangan lokal. Melalui penyediaan makanan bergizi bagi anak-anak, MBG memperkuat ketahanan pangan, kesehatan generasi, dan pertumbuhan ekonomi nasional dari akar rumput.
Keterkaitan dengan Ketahanan dan Kemandirian Nasional
Prinsip yang dikembangkan banyak negara maju—dari Jepang hingga China—menegaskan bahwa keamanan pangan dan gizi adalah prasyarat bagi kemajuan ekonomi dan stabilitas politik. Sebab, ketergantungan terhadap impor pangan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga ancaman terhadap kedaulatan negara.
Dengan menggerakkan rantai pasok pangan lokal, MBG sejalan dengan gagasan swadaya dan kemandirian ekonomi nasional. Ia menumbuhkan permintaan terhadap hasil tani, memperkuat ekosistem produksi dalam negeri, dan menghidupkan semangat self-sufficiency (kecukupan diri) yang menjadi ciri bangsa berdaulat.
Menata Ulang Paradigma Pertumbuhan
MBG memperluas pengertian pertumbuhan ekonomi: bukan hanya soal angka PDB, tetapi tentang kehidupan yang lebih sehat, adil, dan mandiri.
Program ini menggabungkan tiga dimensi sekaligus—ekonomi, sosial, dan moral—dalam satu kerangka pembangunan yang berpihak pada rakyat kecil. Ia adalah inovasi sosial-ekonomi yang menumbuhkan pasar lokal, memperkuat ketahanan pangan, dan membangun integritas sosial melalui gotong royong di dapur-dapur rakyat.
Jika tata kelola, distribusi, dan transparansinya dijaga, MBG akan menjadi poros baru pertumbuhan nasional yang lahir dari dapur rakyat, bergerak di pasar lokal, dan berbuah pada kesejahteraan nasional.
Dari setiap piring makanan bergizi, sesungguhnya negara sedang menanam benih masa depan: kemandirian ekonomi, keamanan bangsa, dan generasi unggul Indonesia.
* Penulis adalah Wakil Ketua DPD RI
Tamsil Linrung berpandangan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai penggerak baru ekonomi rakyat dan fondasi ketahanan nasional.
Menurutnya, kebijakan ini bukan sekadar program sosial, tetapi strategi jangka panjang untuk memperkuat kemandirian pangan, meningkatkan kesejahteraan, dan menumbuhkan ekonomi dari akar rumput.








