News
Program
Unhas Health

Mata yang Lelah di Era Digital, Anak-anak dan Mata Minus di Usia Dini



Dokter Spesialis Mata Dr dr Ashraf Amalius SpM (K) MPH MKes. (dok unhas.tv)


Di tengah masyarakat, ada banyak mitos soal kesehatan mata. Salah satunya: penggunaan kacamata terlalu sering bisa memperparah minus. Ahmad tersenyum mendengar pertanyaan ini. “Itu keliru,” katanya tegas.

“Kacamata itu seperti payung saat hujan,” lanjutnya. “Kalau dipakai, penglihatan jadi jelas. Kalau tidak dipakai, ya kabur kembali. Bukan kacamatanya yang menambah minus, tapi memang ada perkembangan alami dari kelainan refraksi itu seiring pertambahan usia.”

Lensa kontak (softlens) pun punya risiko sendiri. Karena menempel langsung pada kornea, kebersihan mutlak diperhatikan. “Jika tidak steril, bisa menyebabkan infeksi pada permukaan mata,” ujarnya.

Lalu bagaimana dengan kebiasaan mengucek mata saat lelah? “Sebaiknya dihindari,” kata Ahmad. Tekanan kuat saat mengucek mata dapat menyebabkan lecet pada permukaan kornea yang sangat sensitif.

Di klinik mata Rumah Sakit Unhas, Ahmad kerap menerima pasien pekerja kantoran. Jam kerja mereka panjang, sebagian besar di depan layar komputer. “Mereka datang dengan keluhan kabur, mata merah, nyeri di sekitar mata,” kata Ahmad.

Setelah diperiksa, tajam penglihatannya masih normal. “Ini ciri khas digital eye strain,” ujarnya. Bila terus diabaikan, kondisi ini bisa berkembang menjadi gangguan refraksi permanen.

Meski belum ada penelitian resmi yang dipublikasikan, tren kenaikan kasus gangguan mata ini terasa signifikan sejak pandemi. “Terutama pada anak usia SD sampai SMA,” katanya.

Pendidikan Literasi Mata

Bagi Ahmad, kunci pencegahan ada pada edukasi—baik untuk anak-anak maupun dewasa. Ia sering diminta orang tua untuk “menakut-nakuti” anak agar berhenti bermain gadget.

Ia lebih memilih pendekatan edukatif. “Orang tua harus tahu cara membatasi screen time dengan negosiasi, bukan sekadar larangan,” ujarnya.

Anak-anak juga perlu dikenalkan pada aktivitas luar ruang. “Cukup bermain di teras atau koridor rumah. Yang penting matanya tak terus-menerus fokus pada layar.”

Bagi pekerja dewasa, istirahat rutin menjadi kunci. “Kalau lupa 20 menit, buat pengingat per jam,” kata Ahmad. “Berhenti sejenak, lihat pemandangan jauh, berkedip lebih sering.”

“Banyak orang menganggap kelelahan mata itu sepele,” kata Ahmad menutup wawancara. Padahal, mata adalah investasi jangka panjang.

Gangguan penglihatan akibat gaya hidup digital tidak terjadi dalam semalam. Ia menumpuk, perlahan, sampai menjadi kelainan yang membutuhkan kacamata permanen.

“Kalau kita bisa mencegah dari sekarang, kenapa menunggu rusak dulu?” ujarnya.

Mata bukan sekadar jendela dunia—ia adalah pintu pertama untuk belajar, bekerja, dan menikmati hidup. Menjaganya berarti menjaga cara kita melihat masa depan.

Catatan Redaksi: Program Unhas Sehat adalah program edukasi kesehatan yang diproduksi oleh Unhas TV. Episode ini ditayangkan sebagai bagian dari kampanye literasi kesehatan mata di era digital.