Ekonomi

Menambang Masa Depan: Hilirisasi Nikel Menuju Era Kendaraan Listrik

MAKASSAR, UNHAS.TV - Indonesia, seperti halnya negara-negara lain di dunia, sedang berada dalam tantangan transisi energi yang tidak mudah.

Pada satu sisi, setiap negara harus tetap menjaga ketahanan energi nasional, yaitu kondisi terjaminnya ketersediaan energi dengan harga terjangkau. Pada sisi lain, negara-negara tersebut juga harus meneguhkan komitmen mereka untuk menurunkan emisi sebagaimana amanat Net Zero Emission yang ditargetkan bisa dicapai pada 2060.

Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia yakni memaksimalkan transisi penggunaan kendaraan konvensional ke kendaraan listrik (electric vehicle, EV). Indonesia termasuk sangat serius mengenai itu yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan, Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun ekosistem kendaraan listrik karena bahan baku utama produksi baterai kendaraan listrik yakni nikel dan bauksit, tersedia melimpah di negeri ini.

Merujuk data United States Geological Survey dan Badan Geologi Kementrian Energi dan Suber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar kedua di dunia dan cadangan bauksit terbesar keempat dunia.

Data tahun 2023, Indonesia memiliki 18,5 miliar ton nikel dengan cadangan yang dapat dimanfaatkan sebesar 5,3 miliar ton. Angka ini sekira 30 persen dari cadangan nikel dunia. 

"Indonesia punya peran penting dalam penyediaan bahan baku, bahan pasokan, dan juga permintaan nikel dan bauksit dunia," ujar Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid pada webinar Prospeksi dan Bisnis Industri Mineral Masa Depan yang dilaksanakan Insitutut Teknologi Surabaya secara daring, Sabtu (2/11/2024). 


Hilirisasi Sektor Tambang

Pada beberapa kesempatan termasuk pada Sidang Kabinet Paripurna di Jakarta, 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan memanfaatkan kekayaan alam Indonesia yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Presiden Prabwo Subianto menargetkan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen di akhir jabatannya, salah satunya dengan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk kekayaan tambang Indonesia.  

Perubahan nomenklatur Kementrian Investasi menjadi Kementrian Investasi dan Hilirisasi pada Kabinet Merah Putih, adalah pesan tegas pemerintah untuk mendorong hilirisasi terutama di sektor tambang nikel.

Demi mendukung program hilirisasi, pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bahan mentah secara bertahap sejak 1 Januari 2020 demi menambah nilai produk mineral, sebagaimana amanat Undang-Undang Minerba.

"Kalau kita tidak manfaatkan dengan mendorong hilirisasinya, kita akan menjadi importir produk bahan jadi. Kalau kita lihat dari bijih nikel menjadi feronikel saja itu nilai tambahnya 4 kali lipat. Makanya sekarang kita lihat nilai devisa yang kita dapatkan dari ekspor produk jadi yang diproses berlipat demikian banyak dibandingkan sebelumnya," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif beberapa waktu lalu.

Hilirisasi sektor tambang diikuti dengan pengadaan 147 smelter (pirometalurgi dan hidrometalurgi) yang beroperasi di berbagai wilayah Indonesia. Jumlah smelter itu terbagi menjadi dua jenis yakni 49 smelter pirometalurgi yang telah aktif, 35 smelter dalam tahap konstruksi, dan 36 masih dalam perencanaan. Adapun smelter jenis hidrometalurgi berjumlah 5 smelter yang telah beroperasi, 3 dalam pembangunan, dan 19 dalam perencanaan.

PT Aneka Tambang Tbk sendiri membangun dua smelter. Satu smelter feronikel dibangun di Kolaka, Sulawesi Tenggara. PT Aneka Tambang Tbk juga membangun smelter feronikel yang berbiaya 264,07 juta dollar AS di Halmahera Timur, Maluku Utara.

Dua smelter ini diharapkan bisa ikut meningkatkan produksi nikel nasional demi mengikuti perkembangan permintaan dunia terhadap bahan baku baterai listrik. Khusus smelter di Halmahera Timur itu akan memiliki kapasitas produksi 13.500 ton feronikel per tahun. Namun, bila digabung dengan produksi smelter di Kolaka, maka proyeksi produksi feronikel PT Aneka Tambang Tbk bisa meningkat menjadi 40.500 ton per tahun. 

"Target MIND ID tentunya sangat jelas yakni menjalankan mandat pemerintah untuk menjadi perusahaan kelas dunia melalui penguasaan dan pemanfaatan cadangan minerba yang dimiliki Indonesia," ucap Sekretaris Perusahan BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID, Heri Yusuf, sebagaimana dikutip dari situs MIN ID.


>> Baca Selanjutnya