News
Opini

Point of No Return: Kertas Kerja Calon Rektor Universitas Hasanuddin Tahun 2026-2030

oleh Prof Ir Muhammad Iqbal Djawad MSc PhD

PENDAHULUAN

Universitas, dalam konteks pendidikan tidak hanya bertindak sebagai pusat transformasi yang secara budaya hanya mewariskan ilmu pengetahuan dari

luar melalui "educare", tetapi juga mengembangkan potensi optimal dari dalam diri mereka dalam kehidupan personal maupun profesional melalui "educere". 

"Educare" dan "educere" adalah dua akar kata yang berbeda dari bahasa Latin, membentuk kata "education". Selama ini proses belajar di perguruan tinggi termasuk di Universitas Hasanuddin (Unhas) hampir hanya difokuskan pada "educare" melatih mahasiswa untuk menjadi instrumen yang terampil sesuai kebutuhan lapangan kerja, tetapi melupakan "educere" yang dibutuhkan untuk membangkitkan kemandirian dan pemikiran kritis mereka sebagai orang dewasa agar bisa ke luar dari batasan-batasan yang ada dan menyesuaikan diri pada keniscayaan perubahan.

Sebagai insan akademik, kita umumnya sangat piawai mengungkapkan bahwa tiga pilar utama perguruan tinggi adalah pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. 

Tetapi kita sering gagal memaknai bahwa apa yang disebut tridharma pendidikan tinggi itu hanya menyediakan sistem pendidikan yang relevan, fleksibel, dan inklusif bagi orang dewasa agar mereka terampil, berpengetahuan, dan memiliki kompetensi dalam menghadapi tantangan karier, sosial, dan pribadi. 

Kita hanya mewariskan budaya belajar dari generasipendahulu kepada mereka sebagai generasi masa kini, yang arena strategisnya sangat berbeda. Kita bukan hanya lupa tetapi dengan sadar sering mengabaikan bahwa tanpa kemandirian dan kemampuan berpikir kritis seseorang tidak mungkin akan bergerak maju melewati tantangan-tantangan perubahan. Hal yang sama juga terjadi pada sistem manajemen tridharma pendidikan UNHAS yang kita cintai.

Paradigma tridharma pendidikan yang sangat dinamis dan berubah-ubah dengan cepat menjadikan Unhas sering menghabiskan waktu dengan persoalan mengejar ketersediaan dokumen sebagai kewajiban formal administrasi rutin.

Kita lupa bahwa tridharma pendidikan tinggi masa kini berhadapan dengan tantangan utama yaitu bagaimana kontribusi sosial sivitas akademika kepada masyarakat melalui pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, termasuk dalam inovasi, keberlanjutan, dan pembangunan komunitas. 

Masyarakat dunia menyadari bahwa segala aset pendidikan dan penelitian yang kita miliki tak bermakna apapun bahkan menjadi sekarat bila tidak ditujukan untuk membangun peradaban manusia baik secara lokal, nasional, regional maupun global. Hal ini hanya bisa dilakukan bila iklim budaya sivitas akademika kita di UNHAS mampu berkembang dalam kemandirian dan kebebasan berpikir kritis.

Visi 2030 UNHAS yang mengidentifikasi serangkaian prioritas dan isu tingkat tinggi pada level nasional dan internasional hendaknya bukan sekedar dokumen administrasi tetapi harus dijewantahkan menjadi tindakan kebijakan stratejik yang membumi di berbagai bidang untuk menjadikan Unhas tangkas, bukan hanya menyesuaikan dirinya dengan perubahan tetapi juga menjadi pencipta perubahan yang dapat diandalkan dalam tridharma pendidikan tingginya.

Pertumbuhan minat masyarakat Indonesia di berbagai daerah untuk belajar di perguruan tinggi di satu sisi merupakan salah satu keberhasilan mandat pemerataan sebaran ilmu pengetahuan. 

Data jumlah mahasiswa Unhas sepuluh tahun terakhir menunjukkan kenaikan rata-rata 12%. Kondisi ini menjadi peluang sumber penghasilan anggaran Unhas. Di sisi lain kondisi ini tidak berbanding lurus dengan perkembangan kualitas alumni yang dihasilkan. 

Pertama karena alasan disparitas kualitas mahasiswa asal yang relatif sangat lebar, dan kedua kecepatan pertumbuhan jumlah mahasiswa masuk tidak signifikan dengan pertumbuhan aset dan modal manusia dosen/tenaga kependidikan.

Seperti berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia, Unhas mengalami kesulitan memenuhi berbagai standar internasional dalam hal proses belajar mengajar, pengembangan kurikulum, dan penelitian. 

Ada mandat sistem pendidikan nasional melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang fokus pada penyelarasan program akademik dengan tuntutan pasar kerja dunia industri. 

Lembaga pendidkan tinggi harus memastikan lulusan mereka memiliki keterampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk pasar kerja yang terus berkembang melalui jalur pembelajaran yang lebih fleksibel dengan landasan filosofis yang fokus pada "educare" dan bukan "educere". 

>> Baca Selanjutnya