Opini

Seusai Bahlil Lahadalia Mengunjungi Makam Leluhur di Pulau Buton

Oleh: Yusran Darmawan*

HARI itu, 30 September 2022, Bahlil Lahadalia datang ke kompleks Keraton Buton di Kota Baubau. Dia mendatangi makam leluhurnya, Haji Pada atau Haji Yi Pada, seorang penyebar Islam yang masyhur di jazirah Kesultanan Buton. Seusai Bahlil menyiram kubur, dia terlihat sedang berdoa.

Saat itu, seorang budayawan Buton berbisik kalau dalam waktu dua tahun, apa yang dimintakan Bahlil akan tercapai. Saat itu, saya tidak begitu percaya. Kini, tepat dua tahun, apa yang dikatakan budayawan itu perlahan terwujud. Bahlil tiba-tiba dikaitkan dengan salah satu partai terbesar.  Setiap hari namanya dibahas semua pengurus partai beringin.

Saat Bahlil datang ziarah, dia ditemani sejumlah pejabat di Sultra. Di antaranya adalah Gubernur Sultra Ali Mazi, Walikota Baubau La Ode Monianse, Sekda Baubau Roni Mukhtar, dan Kapolres AKBP Erwin Pratomo. Semua menjadi saksi peristiwa itu.

Pada masa itu, Bahlil Lahadalia datang ke tanah Buton untuk menemani Presiden Joko Widodo yang menerima gelar adat dari pihak Kesultanan Buton. Rupanya, Bahlil tak sekadar menemani, Dia pun menelusuri silsilah keluarganya hingga menemukan nama Haji Pada sebagai leluhurnya.

Di kalangan masyarakat Buton, Haji Pada adalah sosok ulama besar. Dia bergerak untuk megislamkan penduduk berbagai wilayah. Ulama yang kerap dipanggil La Tondika ini sangat tersohor. Dia adalah putra Bontona Rakia Bungku, seorang pejabat di kesultanan Buton.

Keturunan Haji Pada tersebar di banyak tempat. Selain Bahlil, Rektor Universitas Halu Oleo Prof Zamrun juga disebut-sebut sebagai keturunan ulama ini.

Sejak abad ke-15, negeri Buton, negeri yang tercipta dari mitos tentang setetes buih (bura satongka) ini telah hilir mudik sejumlah sufi dan para wali yang mengabarkan berita gembira tentang indahnya Islam ke seluruh bangsa-bangsa yang dihembus angin timur.

Beberapa sufi yang singgah dan berumah di sini adalah Syarif Muhammad, Sayid Raba, Sayid Ulwi, cucu Rasulullah yang berasal dari Hadramaut (Yaman), Haji Sulaiman (Haji Yi Pada), Abdullah (Mojina Kalau), Tuan Muda Abdul Rahman Khudari Wan Ali Fatani yang berasal dari Patani, dan Syekh Muhammad bin Syais Sumbul al-Makki.

Mereka membawa Islam sebagai jejak peradaban yang lebih tinggi, menenun dan mensintesa tradisi Buton yang hidup sejak masa pra-Islam. Mereka membawa ajaran Murtabat Tujuh, salah satu ajaran tarekat dan sufistik, dan menjadikannya sebagai sistem hukum di tanah Buton.

Haji Sulaiman atau Haji Pada disebutkan punya makam di beberapa tempat. Di antaranya adalah Lasalimu, Bombonawulu dan beberapa tempat lainnya. Sumber paling otoritatif di kesultanan Buton menyebut ulama kharismatik itu wafat di Wolio dan bermakam di lingkungan Kalau, dalam Benteng Keraton Buton.

Dari puteranya bernama La Konce atau Maa Laini trahnya menurun sampai ke Bahlil Lahadalia, yang kemudian menjabat sebagai Menteri Investasi, Kepala BPKM RI.

***

“Baha…… Baha…..”

Suara ibu itu memanggil anaknya yang sedang live di satu stasiun televisi. Ibu itu tahu anaknya sudah menjadi pejabat setingkat menteri yang dalam banyak kegiatan selalu dipanggil Yang Terhormat atau Yang Mulia. Namun di mata ibu itu, anaknya masih seperti bocah yang dahulu digendongnya.

Ibu itu bernama Wa Nurjani, sedang anaknya adalah Bahlil Lahadalia, yang akan segera dilantik menjadi Menteri Investasi. Dari namanya bisa terlihat kalau Wa Nurjani adalah perempuan asli Buton, tepatnya di Pulau Tomia di gugusan Kepulauan Wakatobi, yang kemudian merantau jauh ke Banda di Maluku, lalu tanah Fakfak di Papua.


Saat Bahlil Lahadalia di Pulau Banda

Para perantau Buton sudah lama berada di kawasan timur Indonesia, mulai dari Maluku hingga Papua. Mereka merantau didorong oleh motif perbaikan ekonomi serta peluang kerja yang lebih baik. Mereka sudah beranak-pinak dan sudah menyatu dengan warga lokal. Mereka sudah melahirkan generasi baru yang mulai eksis, ketimbang orang tuanya, yang dahulu banyak menjadi pekerja kasar.

Meskipun harus bekerja keras, Wa Nurjani dan suaminya selalu menjadi matahari bagi anak-anaknya. Keadaan memang serba susah, namun mereka memenuhi semua kebutuhan dan menyekolahkan semua anaknya.


>> Baca Selanjutnya