
Citra permukaan 3D Fosil Homo erectus dari Selat Makassar (MS1) dan Sambungmacan 3 (tampilan depan). Tengkorak perbandingan ini memiliki kecocokan metrik dan morfologi yang paling dekat dengan MS1 . Kredit: Berghuis, et.al:2025.
Sundaland vs. Atlantis dan Lemuria
Sundaland sering disebut sebagai "daratan yang hilang," dan tak jarang dibandingkan dengan legenda Atlantis dan Lemuria. Namun, ada perbedaan yang mencolok antara ketiganya. Atlantis, sebagaimana dikisahkan oleh Plato, adalah sebuah peradaban maju yang hilang dalam satu malam akibat bencana dahsyat. Meskipun teori ini telah memikat banyak pencari misteri, hingga kini tidak ada bukti geologis yang benar-benar mendukung keberadaannya. Lemuria, di sisi lain, adalah gagasan yang muncul pada abad ke-19 untuk menjelaskan persebaran fauna di Samudra Hindia, tetapi akhirnya terbantahkan oleh teori tektonik lempeng, yang menunjukkan bahwa tidak ada daratan besar yang pernah tenggelam di wilayah tersebut.
Sundaland, berbeda dengan dua peradaban mitologis tersebut, adalah realitas sejarah. Wilayah ini benar-benar ada dan terbentuk karena siklus glasial yang menyebabkan permukaan laut naik dan turun selama ribuan tahun. Bukti fosil, jejak ekologi, dan data geologi menunjukkan bahwa dahulu, Sundaland merupakan daratan luas yang menghubungkan Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya—sebuah wilayah subur yang dihuni oleh manusia purba selama puluhan ribu tahun.
Dengan kata lain, jika Atlantis dan Lemuria masih berada dalam ranah legenda dan spekulasi, Sundaland adalah fakta sejarah yang semakin terungkap melalui penelitian arkeologi dan paleoantropologi. Bisa jadi, daratan ini menyimpan cerita yang lebih besar dari sekadar wilayah yang tenggelam—kemungkinan besar, ia adalah salah satu titik penting dalam migrasi dan evolusi manusia di Asia Tenggara, sebuah bab sejarah yang perlahan mulai terkuak kembali.