Opini
Saintek

Sundaland: Jejak Peradaban yang Tenggelam dan Implikasinya bagi Sejarah Manusia



 a, Panorama panel seni cadas yang difoto (dengan foto yang disempurnakan menggunakan DStretch_ac_lds_cb). b, Penelusuran panel seni cadas yang menunjukkan hasil penanggalan seri LA-U. c, Menelusuri pemandangan yang dilukis yang memperlihatkan sosok-sosok mirip manusia (H1, H2 dan H3) berinteraksi dengan babi. d, Tampilan transek speleothem koraloid, sampel LK1, dikeluarkan dari panel seni cadas, menunjukkan lapisan cat dan tiga zona integrasi (ROI), serta perhitungan usia terkait. e, pencitraan LA-MC-ICP-MS dari rasio aktivitas isotop LK1 232Th/238U. Kredit: Oktaviana, A.A., Joannes-Boyau, R., Hakim, B. et al. 2024.
a, Panorama panel seni cadas yang difoto (dengan foto yang disempurnakan menggunakan DStretch_ac_lds_cb). b, Penelusuran panel seni cadas yang menunjukkan hasil penanggalan seri LA-U. c, Menelusuri pemandangan yang dilukis yang memperlihatkan sosok-sosok mirip manusia (H1, H2 dan H3) berinteraksi dengan babi. d, Tampilan transek speleothem koraloid, sampel LK1, dikeluarkan dari panel seni cadas, menunjukkan lapisan cat dan tiga zona integrasi (ROI), serta perhitungan usia terkait. e, pencitraan LA-MC-ICP-MS dari rasio aktivitas isotop LK1 232Th/238U. Kredit: Oktaviana, A.A., Joannes-Boyau, R., Hakim, B. et al. 2024.


Kesimpulan dan Implikasi bagi Sejarah Dunia

Ketika dasar laut di Selat Madura mengungkap jejak Homo erectus yang telah lama terkubur, kita dihadapkan pada pertanyaan besar: berapa banyak sejarah yang masih tersembunyi di bawah permukaan air, dan bagaimana kita memastikan bahwa warisan ini tidak hilang begitu saja? Temuan fosil Homo erctus di dasar Selat Madura, berasal dari proyek reklamasi yang ternyata kebetulan juga mengambil pasir dari formasi konsentrasi fosil. Aktivitas reklamasi yang dilakukan tanpa pertimbangan arkeologi berisiko menghapus jejak peradaban yang bisa memberi kita wawasan tentang evolusi manusia purba dan pola migrasi mereka di Asia Tenggara. Bayangkan jika setiap lapisan tanah yang dikeruk tanpa pengawasan menyembunyikan tulang belulang manusia purba, alat batu dari ribuan tahun lalu, atau sisa kehidupan yang bisa mengubah pemahaman kita tentang masa lalu. Sekali tergali tanpa dokumentasi, cerita mereka bisa lenyap selamanya.

Karena itu, pendekatan arkeologi kontrak menjadi semakin penting. Sebelum setiap proyek reklamasi dimulai, harus ada studi awal dan pemetaan arkeologi untuk mengidentifikasi potensi situs purbakala. Dengan teknologi seperti sonar dan pemindaian bawah laut, kita bisa mendeteksi area yang mungkin menyimpan peninggalan manusia purba sebelum alat berat mulai bekerja.

Lebih dari itu, pengawasan langsung selama pengerukan memastikan bahwa jika ditemukan fosil atau artefak, mereka bisa segera diamankan sebelum rusak akibat proses reklamasi. Begitu sebuah temuan muncul, dokumentasi dan konservasi harus dilakukan agar jejak masa lalu tetap terjaga dan dapat dipelajari lebih lanjut oleh para ahli.

Tetapi perlindungan situs arkeologi tidak bisa hanya bergantung pada tindakan teknis, dibutuhkan regulasi dan kebijakan yang jelas, yang mewajibkan setiap proyek reklamasi untuk mempertimbangkan aspek arkeologi. Dengan regulasi yang kuat, eksplorasi sumber daya alam bisa berjalan tanpa mengorbankan peninggalan sejarah yang mungkin akan memberikan petunjuk lebih jauh tentang bagaimana manusia purba beradaptasi dengan perubahan lingkungan ekstrem.

Penemuan Homo erectus di dasar laut ini mengajarkan kita satu hal yang tak bisa diabaikan: Sundaland mungkin telah tenggelam, tetapi ceritanya masih bisa kita temukan, asalkan kita mau menjaga dan mengungkapnya dengan hati-hati. Jika reklamasi dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek arkeologi, kita tidak hanya kehilangan fosil atau artefak—kita kehilangan bagian penting dari identitas manusia. Dengan langkah yang tepat, kita bisa menjadikan eksplorasi dasar laut bukan sebagai ancaman bagi sejarah, tetapi sebagai jendela baru untuk memahami masa lalu yang selama ini tersembunyi di bawah ombak.

Jika penelitian lebih lanjut berhasil membuktikan bahwa Sundaland adalah jejak awal peradaban manusia modern, maka kita perlu merevisi pemahaman kita tentang sejarah manusia. Wilayah Asia Tenggara harus lebih diperhitungkan dalam kajian evolusi manusia, bukan hanya sebagai jalur migrasi tetapi juga sebagai tempat berkembangnya populasi manusia purba dengan budaya yang unik. Bagi Indonesia, ini berarti kurikulum sejarah nasional perlu diperbarui agar lebih menekankan peran Sundaland dalam sejarah Nusantara. Selain itu, penelitian arkeologi harus lebih didukung untuk mengungkap lebih banyak fakta yang masih tersembunyi di dasar laut dan pegunungan Indonesia. Jika Sundaland benar-benar merupakan salah satu pusat awal kehidupan manusia, maka Nusantara akan memiliki peran yang jauh lebih besar dalam sejarah dunia.

*Dosen di Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, sejak 2024 menjadi peneliti di Pusat Kolaborasi Riset Arkeologi Sulawesi Universitas Hasanuddin, dan Pusat Kajian Arkeologi untuk Masyarakat (PKAuM). Dapat dihubungi melalui email yadi.mulyadi@unhas.ac.id dan IG @arkeologsunda