Opini

Dari Marina Bay ke Tamalanrea: Pendidikan Tinggi Harus Menyentuh Hidup Nyata

Oleh: Prof. Drg. Muhammad Ruslin, M.Kes., Ph.D., Sp.BM(K)

Awal Juni 2025, gedung megah Marina Bay Sands di Singapura menjadi panggung bagi EduData Summit. Salah satu yang menarik perhatian adalah presentasi Singapore Management University (SMU) tentang SMU-X.

Ini adalah model pembelajaran berbasis proyek yang mempertemukan mahasiswa dengan dunia profesional dalam satu ruang kolaborasi. Banyak yang menyebutnya sebagai lompatan pendidikan tinggi masa depan.

Namun di tengah semua itu, ingatan saya melayang ke Tamalanrea. Di sudut-sudut kampus Universitas Hasanuddin, mahasiswa sedang merancang program pengabdian di desa, mengembangkan aplikasi untuk UMKM, menulis artikel kebijakan, atau mengikuti program magang. Semua program ini adalah bagian dari Mata Kuliah Penguatan Kompetensi (MKPK).

Para mahasiswa itu mungkin tak tampil dalam forum internasional, tetapi mereka belajar untuk hidup—bukan sekadar lulus. Di situlah letak pentingnya arah baru pendidikan.

Unhas dan Singapura memang berasal dari konteks yang berbeda, tetapi berbagi semangat yang sama: menjembatani dunia kampus dengan realitas dunia kerja dan masyarakat.

Baik SMU-X maupun MKPK berangkat dari keyakinan bahwa ruang kelas bukan satu-satunya tempat belajar, dan bahwa mahasiswa perlu diberi kesempatan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis, berkolaborasi lintas disiplin, serta menghadapi masalah nyata dengan pendekatan yang solutif dan reflektif.

Kalau SMU-X menempatkan mahasiswa dalam satu proyek spesifik bersama mitra eksternal, maka MKPK Unhas memberikan ruang lebih fleksibel dan beragam.

Mahasiswa Unhas bisa memilih jalur pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan tujuan pengembangan diri mereka—dari pengabdian masyarakat, penelitian, kompetisi, kewirausahaan, hingga aktivitas advokasi. Keduanya sepakat dalam satu hal: bahwa pembelajaran harus bermakna, kontekstual, dan berdampak.

Melalui Mata Kuliah Penguatan Kompetensi (MKPK), Unhas memberi ruang 20 SKS untuk kegiatan di luar kelas: dari pengabdian masyarakat, penelitian, kompetisi, hingga kewirausahaan sosial.

Semua itu dimasukkan dalam sistem pengakuan yang kami namakan SIPAKAMASE, terhubung langsung dengan NeoSIA, SIPANTAU, dan SKPI. Dengan platform ini, kegiatan non-kelas mahasiswa tidak hanya didokumentasikan, tapi juga diakui secara akademik sebagai bagian dari pembelajaran formal.

MKPK bukan tentang mengganti kuliah, melainkan memperluas makna belajar. Lewat rubrik aktivitas dan rekognisi jam keterlibatan, mahasiswa didorong menjadi manusia yang berpikir kritis, kolaboratif, komunikatif, kreatif, dan berkarakter. Pendidikan tidak lagi sebatas ruangan dengan papan tulis, melainkan juga sawah, pasar, komunitas, forum diskusi, dan ruang kerja nyata.

Dalam Wisuda Unhas, 3 Juni lalu, Bapak Jusuf Kalla menyampaikan pesan tajam: “Skill lebih penting dari gelar.” Dunia kerja hari ini membutuhkan keberanian, ketekunan, dan kemampuan nyata—bukan sekadar selembar ijazah.

Pesan itu bukan hanya relevan, tapi mendesak untuk ditangkap sebagai arah baru pendidikan tinggi.

Begitu pula yang ditegaskan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dalam kunjungan ke Universitas Sulawesi Barat: bahwa kita tengah beralih ke era Universitas 4.0. Era yang menuntut kampus tidak hanya menjadi penghasil lulusan, tapi juga penggerak inovasi sosial dan agen perubahan berkelanjutan. Era yang menuntut keberanian keluar dari zona nyaman sistem pembelajaran tradisional.

Melalui MKPK dan SIPAKAMASE, Universitas Hasanuddin mencoba menjawab panggilan zaman tersebut. Mahasiswa tidak lagi dinilai hanya dari indeks prestasi, tetapi dari jejak kontribusinya di masyarakat—dari bagaimana mereka bersentuhan langsung dengan realitas, menghadapi tantangan di lapangan, hingga menciptakan solusi bersama komunitas.

Mereka membangun desa bukan sekadar sebagai program pengabdian, tetapi sebagai laboratorium sosial tempat teori diuji dan empati dipertajam. Ada yang terlibat dalam literasi keuangan di pelosok, mendampingi UMKM digital, atau merancang sistem irigasi sederhana di kawasan rawan kekeringan.


>> Baca Selanjutnya