
Tebing-tebing karst yang menjulang di perairan jernih Raja Ampat ini bukan hanya menyimpan keindahan geologis, tetapi juga kisah purba tentang bumi Papua yang megah dan lestari. Kredit: Raja Ampat Geopark.
Warisan Arkeologi yang Terancam Hilang
Selain keindahan alamnya, Raja Ampat juga menyimpan situs arkeologi berharga, terutama di kawasan Misool, yang memiliki 27 situs seni cadas yang berasal dari masa prasejarah. Seni cadas ini berupa cap tangan berwarna merah, gambar beliung neolitik, serta representasi binatang laut seperti ikan dan lumba-lumba. Penelitian yang dilakukan oleh para arkeolog menunjukkan bahwa gambar-gambar ini merupakan bukti hunian manusia prasejarah sekaligus bagian dari peradaban maritim Nusantara yang telah ada sejak ribuan tahun lalu.
Sayangnya, gambar cadas ini sangat rentan terhadap perubahan ekosistem, termasuk akibat sedimentasi dan pencemaran yang dapat dipicu oleh aktivitas tambang. Jika eksploitasi tambang terus berlanjut, dampaknya bisa sangat besar terhadap keanekaragaman hayati dan warisan budaya. Perubahan kualitas udara dan air akibat pertambangan dapat mempercepat pelapukan gambar cadas, menghapus jejak sejarah yang telah bertahan selama ribuan tahun.
Dampak Tambang: Ekosistem dan Masyarakat
Dalam laporan yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), lebih dari 500 ribu hektar hutan di Indonesia telah terdampak aktivitas pertambangan. Deforestasi akibat tambang nikel di wilayah pesisir dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mempercepat erosi tanah.
Selain itu, limbah tambang, seperti air asam tambang, berpotensi mencemari sungai dan laut. Sedimentasi limbah tambang di Raja Ampat dapat menutupi terumbu karang, menghalangi fotosintesis, dan mengancam ekosistem laut. Masyarakat adat, seperti Suku Kawei, juga merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses perizinan dan menuntut royalti adat. Konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat lokal sering kali terjadi akibat kurangnya transparansi dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.
Ekonomi vs. Kelestarian: Mana yang Lebih Penting?
Sektor tambang memang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara. Pada tahun 2024, penerimaan negara dari sektor minerba mencapai Rp 140,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan sektor migas yang hanya Rp 110,9 triliun. Namun, apakah pendapatan ini sebanding dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan?
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tambang sering kali tidak sebanding dengan kerusakan ekosistem yang terjadi. Papua Barat, termasuk Raja Ampat, memiliki kekayaan alam melimpah tetapi masih menghadapi tantangan ekonomi dan infrastruktur. Jika eksploitasi tambang terus berlanjut tanpa pengawasan ketat, maka potensi ekonomi jangka panjang dari sektor pariwisata dan ekowisata bisa terancam.